Wali Kota Risma Ogah Ikuti Imbauan MUI Jatim soal Salam Lintas Agama
- Humas.surabaya.go.id
VIVA – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini alias Risma menyatakan tidak akan mengikuti imbauan Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur yang meminta agar pejabat Muslim tidak mengucapkan salam lintas agama dalam setiap acara resmi. Sebagai kepala daerah, Risma mengaku harus bersikap hangat kepada seluruh warganya yang berbeda-beda keyakinan.
"Kan enggak apa-apa menghormati orang lain. Saya sampaikan tidak bisa [mengikuti imbauan MUI Jatim soal salam lintas agama]. Aku kepala daerah wargaku reno-reno (beragam) agamanya," kata Risma di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Senin, 11 November 2019.
Secara pribadi, Risma mengaku bisa saja menghindari kalimat salam yang berkaitan dengan muatan agama. Tapi, lain hal dalam statusnya sebagai kepala daerah. "Kalau aku ya ngomong 'selamat pagi', ngono ae, 'selamat siang', ngono ae, selesai kabeh (menyapa semuanya),” tuturnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Abdusshomad Buchori, mengimbau para pejabat dan siapa pun agar tidak menyampaikan salam lintas agama sebagaimana biasa disampaikan dalam banyak kegiatan resmi. Menurutnya, salam di masing-masing agama berhubungan dengan akidah karenanya tak boleh dicampuradukkan.
Imbauan itu dikeluarkan Shomad, sapaan Abdusshomad Buchori, secara resmi melalui surat 'Taushiyah MUI Provinsi Jawa Timur Terkait dengan Fenomena Pengucapan Salam Lintas Agama dalam Sambutan-sambutan Acara Resmi' tertanggal 8 November 2019. Surat imbauan merujuk pada rekomendasi Rapat Kerja Nasional MUI di Nusa Tenggara Barat pada 11-13 Oktober 2019.
Surat imbauan berisi delapan poin terkait salam lintas agama. Jika diperas, tiga poin pokok bisa diambil: pertama, adanya aspek akidah dan sistem peribadatan yang eksklusif di masing-masing agama, sehingga meniscayakan perbedaan. Kedua, diperlukan adanya batasan dalam praktik toleransi sehingga kemurnian masing-masing agama tetap terjaga.
Ketiga, salam khas di masing-masing agama mengandung doa yang dipanjatkan kepada Tuhan masing-masing pemeluk agama. Aspek teologis dalam hal ini terkandung."Jika dicermati, salam adalah ungkapan doa yang merujuk pada keyakinan dan agama tertentu," begitu bunyi penggalan surat imbauan pada poin kelima.Karena itu, poin ketujuh tertulis, "Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid'ah yang tidak pernah ada di masa yang lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari".