Dua Warga Divonis Bui dalam Sengketa Lahan Sirkuit MotoGP Mandalika

Dua warga Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, divonis hukuman pidana oleh Pengadilan Negeri Praya Lombok Tengah dalam perkara sengketa lahan sirkuit MotoGP Mandalika pada Rabu, 6 Oktober 2019.
Sumber :
  • VIVAnews/Satria Zulfikar

VIVA – Dua warga Dusun Ujung Lauk, Desa Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, dijatuhi hukuman pidana oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Praya Lombok Tengah, kemarin.

Keduanya adalah Kepala Dusun Ujung Lauk Abdul Mutalib dan satu warga bernama Usman. Mereka dituduh melakukan penggeregahan atau menguasai lahan tanpa izin dari pemilik yang sah sesuai pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 juncto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Penetapan Semua Undang-Undang Darurat.

Lahan yang menjadi jalan desa dahulunya itu diklaim milik Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), yang akan digunakan untuk lokasi sirkuit MotoGP di Mandalika.

Pengacara kedua warga, Apriadi Abdi Negara, mengatakan bahwa hakim menjatuhkan vonis satu bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan. Kedua warga tidak perlu menjalani pidana, namun jika selama masa percobaan tiga bulan masih menguasai lahan maka akan dijatuhi pidana penjara.

"Terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan dengan dijatuhkan pidana penjara satu bulan, tidak perlu dijalankan, dengan masa percobaan tiga bulan," katanya, Kamis, 7 November 2019.

Abdi mengajukan banding karena saat itu terdakwa Abdul Mutalib yang menjadi kepala dusun dalam posisi mengamankan warga, bukan melakukan pemagaran di lahan yang diklaim milik ITDC.

Berdasarkan fakta dalam persidangan dengan lima saksi, termasuk tiga petugas keamanan ITDC, katanya, tidak menjelaskan secara detail peran Abdul Mutalib dalam perkara dugaan penggeregahan lahan.

"Tiga saksi, yaitu sekuriti, tidak menjelaskan secara detail terkait ikut sertaan terdakwa Abdul Mutalib dalam melakukan pemagaran dan tidak mengetahui terdakwa Usman melakukan pemagaran. Saya simpulkan keterangannya kabur," katanya.

Berdasarkan keterangan saksi yang merupakan warga setempat, terdakwa Usman melakukan pemagaran pada lahan miliknya yang telah dikuasainya puluhan tahun. Namun, hakim tidak memasukkan fakta itu menjadi alasan dalam memutuskan perkara.

"Dan yang keempat, pihak ITDC tidak dapat menunjukkan dasar terbit sertifikat HPL (hak pengelolaan lahan) 46 dan 70, apakah sudah dibayar atau tidak," ujarnya.

Abdi menyayangkan penerapan undang-undang tersebut untuk membungkam masyarakat menyuarakan hak mereka. Terlebih lagi belum ada ganti rugi tanah milik warga yang dijadikan lokasi sirkuit.