KPK Harap Kasus Novel Jadi Prioritas 100 Hari Kerja Kapolri Baru
- VIVAnews/Edwien Firdaus
VIVA – Presiden Joko Widodo menunjuk Kabareskrim, Komjen Idham Azis untuk menjadi calon tunggal Kapolri menggantikan Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian yang dilantik sebagai Menteri Dalam Negeri Kabinet Indonesia Maju.
Idham akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR pada Rabu siang ini, 30 Oktober 2019.
Penunjukkan Idham sebagai calon Kapolri menimbulkan pro dan kontra. Sebagian kalangan menilai Idham masih memiliki 'utang' kasus yang harus diselesaikan.
Salah satunya, kasus teror dengan penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan pada 11 April 2017 lalu.
Sebab, Tim Teknis yang dipimpin oleh Idham Azis belum mampu menangkap pelaku lapangan maupun aktor intelektual teror terhadap Novel.
Padahal, pada 19 Juli lalu, Presiden Jokowi memberikan tenggat selama tiga bulan kepada Kepolisian untuk mengungkap teror yang membuat mata Novel cacat permanen tersebut. Dengan demikian, tenggat waktu tiga bulan itu telah berakhir pada 19 Oktober lalu.
Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo memaklumi tertundanya pengusutan kasus Novel Baswedan, karena sejumlah peristiwa kenegaraan kemarin.
"Pasca19 Oktober 2019 kemarin, ada peristiwa-peristiwa besar, misal pelantikan Presiden, kemudian penyusunan kabinet, dan juga pembentukan alat kelengkapan dewan di DPR, dan sekarang mau ada pemilihan Kapolri. Tentu saja, pengungkapan kasus penyiraman air keras agak tertunda," kata Yudi dihubungi awak media, Rabu, 30 Oktober 2019.
Kendati begitu, Yudi berharap, Idham Azis yang merupakan calon Kapolri nantinya bisa melanjutkan pengusutan kasus teror air keras terhadap Novel.
Apalagi, Idham Azis sebelumnya sudah menjadi bagian pengusutan kasus tersebut, sebagai Ketua Tim Teknis bentukan Kapolri saat dijabat Tito Karnavinan.
"Saat ini tentu saja kami (KPK) menunggu Pak Idham Azis menjadi Kapolri, sehingga miliki kewenangan yang lebih besar dan lebih luas dan kami harapkan kasus Novel, baik itu pelaku langsung yang menyiram maupun dalangnya itu segera diungkap dan jadi prioritas dalam misalnya 100 hari kepemimpinannya beliau," kata Yudi.
Menurut Yudi, kasus air keras menjadi target utama 100 hari kerja Kapolri, karena pengusutannya telah menjadi sorotan masyarakat, bukan hanya di Indonesia, namun juga di internasional.
"Itu yang pertama. Yang kedua kami harapkan 31 Oktober, ketika kerja tim teknis berakhir, sudah dapat sampaikan hasilnya. Apa pun hasilnya, baik pelakunya tertangkap atau belum, ditemukan fakta-fakta baru, bukti-bukti baru, kesaksian baru, bisa diumumkan ke masyarakat sebagai bentuk transparansi," kata Yudi.
Dengan demikian, Yudi menambahkan, Presiden Joko Widodo bisa mengevaluasi kinerja yang sudah dilakukan penyidik Polri selama ini.
"Apalagi sebelumnya Pak Jokowi sudah memotong dari enam bulan hasil rekomendasi TPF Gabungan Pakar dan Polisi menjadi tiga bulan," tambahnya. (asp)