Para Menteri Baru Diingatkan Lapor Harta ke KPK

Jokowi-Ma'ruf bersama para menteri Kabinet Indonesia Maju
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan para menteri dan pejabat setingkat menteri yang baru dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melaporkan harta kekayaan kepada KPK.

Pelaporan harta kekayaan ini merupakan salah satu wujud menjalankan tujuh perintah Jokowi seusai melantik para anggota Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Rabu, 23 Oktober 2019.

Poin pertama dari tujuh perintah tersebut yakni, Jokowi memerintahkan para menteri dan pejabat setingkat menteri untuk tidak melakukan korupsi dan menciptakan sistem yang menutup celah korupsi.

"KPK menyambut baik tujuh perintah Presiden pada para menteri dan pejabat setingkat menteri Kabinet Indonesia Maju yang telah diumumkan kemarin. Khususnya perintah pertama yang pada pokoknya memerintahkan agar para menteri tidak lakukan korupsi, sekaligus juga menciptakan sistem menutup celah terjadi korupsi atau membangun upaya pencegahan korupsi," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, melalui pesan singkat, Kamis, 24 Oktober 2019.

Karena itu, kata Febri, dalam momentum ini, sebagai bagian dari tindakan pencegahan korupsi, maka KPK mengimbau para menteri untuk segera melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). 

Febri membeberkan ketentuan pelaporan harta kekayaan para menteri ini. Untuk menteri yang berasal dari unsur penyelenggara negara dan di tahun 2019 telah melapor LHKPN Periodik, pelaporan LHKPN berikutnya cukup dilakukan dalam rentang waktu Januari hingga 31 Maret 2020 atau Pelaporan Periodik LHKPN untuk perkembangan kekayaan Tahun 2019.

Sedangkan menteri yang berasal bukan dari unsur penyelenggara atau baru menjabat, pelaporan LHKPN dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah menjabat.

Tidak hanya kepada jajaran Kabinet Indonesia Maju, imbauan melapor harta kekayaan juga disampaikan KPK kepada para mantan Menteri Kabinet Kerja yang tidak lagi menjadi menteri atau penyelenggara negara. Febri menyebut para mantan menteri ini diwajibkan melaporkan hartanya paling lambat tiga bulan setelah selesai menjabat.

"Kesadaran pucuk pimpinan untuk melaporkan LHKPN merupakan contoh baik yang diharapkan bisa ditiru oleh para pejabat di lingkungannya. Proses pelaporan saat ini jauh lebih mudah, yaitu menggunakan mekanisme pelaporan LHKPN secara elektronik melalui website https://elhkpn.kpk.go.id," kata Febri.
 
Febri menuturkan, saat ini setiap kementerian telah memiliki Unit Pengelola yang mengurusi pelaporan LHKPN dan berkoordinasi dengan KPK. Dengan keberadaan unit itu diharapkan dapat membantu para menteri dan mantan menteri untuk melaporkan hartanya. Bahkan, kata dia, jika dibutuhkan, dapat berkoordinasi dengan KPK atau datang langsung ke KPK.

"Kami telah tugaskan tim untuk memfasilitasi pelaporan tersebut," kata Febri. 

Febri mengingatkan kewajiban penyelenggara negara melaporkan hartanya memiliki sejumlah dasar hukum. Di antaranya, Undang Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, Undang Undang nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. 

Dasar hukum lainnya, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. "Serta peraturan di masing-masing Kementerian dan Lembaga," ujarnya.

Hati-hati 'Uang Pelicin'
 
Selain itu, sebagai bagian dari upaya memprioritaskan pencegahan korupsi, KPK juga mengimbau para pejabat baru dilantik, terutama yang baru menjadi Penyelenggara Negara agar menyadari batasan-batasan baru yang diatur seperti larangan penerimaan suap, gratifikasi, uang pelicin atau nama-nama lainnya. 

KPK menyarankan para menteri yang baru menjabat ini untuk menolak sejak awal segala sesuatu penerimaan yang berhubungan dengan jabatan.

"Akan tetapi jika dalam keadaan tidak dapat menolak, misal karena pemberian tidak langsung, maka wajib segera dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja," kata Febri.

Febri menambahkan, KPK juga telah menjalin komunikasi dan kerja sama dengan sejumlah kementerian dan lembaga dalam upaya pencegahan korupsi, mulai dari pemetaan sektor rawan korupsi, survei persepsi integritas, kajian-kajian sektor strategis, pendidikan antikorupsi di sejumlah jenjang pendidikan hingga revitalisasi APIP.

Sejumlah program tersebut menjadi bagian dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang diperintahkan oleh Presiden pada sejumlah Kementerian/Lembaga. KPK berharap berbagai upaya ini terus dilakukan secara lebih serius agar upaya pencegahan korupsi benar-benar dapat menjadi perhatian dan dalam pelaksanaannya tidak hanya bersifat seremonial.

"KPK mengajak semua pihak untuk membangun pemahaman bahwa pemberantasan korupsi adalah kepentingan kita semua, khususnya kepentingan rakyat Indonesia sebagai korban korupsi," kata Febri.

KPK mengingatkan upaya pemberantasan baik penindakan dan pencegahan yang dilakukan dengan serius bisa berkontribusi mengawal upaya sejahterakan rakyat dan pembangunan yang dilakukan di seluruh wilayah di Indonesia. Febri mengatakan, survei yang dilakukan sejumlah lembaga menyatakan korupsi adalah salah satu faktor penghambat utama dalam investasi. 

"Oleh karena itu juga lah, KPK menyambut baik penegasan Presiden pada para menteri untuk tidak melakukan korupsi," imbuhnya.