Kasus Bos PT Humpuss Transportasi Kimia, KPK Akan Periksa Bowo Sidik

Anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso (kanan) dibawa ke mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso, hari ini.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan Bowo yang juga sudah menjadi terdakwa suap kerja sama bidang pelayaran, antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), akan diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi.

"Bowo Sidik Pangarso akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TAG (Taufik Agustono, Direktur PT HTK)," kata Febri kepada wartawan, Selasa, 22 Oktober 2019.

Dalam kasus tersebut, Taufik diduga menyuap Bowo Sidik Pangarso selaku anggota Komisi VI DPR.

Perkara yang melibatkan Taufik itu bermula ketika PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama lima tahun, yakni sejak tahun 2013 sampai 2018.

Pada tahun 2015, kontrak dihentikan karena Petrokimia membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar, yang tidak dimiliki oleh PT HTK.

PT HTK pun memutar otak agar kapalnya dapat disewa kembali untuk kepentingan distribusi pupuk oleh PT Pupuk Indonesia. Untuk hal itu, pihak PT HTK meminta bantuan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.

PT HTK mengutus Asty Winasti selaku Marketing Manager untuk bertemu Bowo.

Dalam pertemuan itu, Asty meminta agar Bowo mengatur sedemikian rupa supaya PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal. Bowo pun meminta sejumlah fee untuk masalah ini, yang akhirnya disetujui Taufik.

Hasil dari pertemuan itu pada tanggal 26 Februari 2019 dilakukan MoU antara PT PILOG dengan PT HTK terkait penggunaan kapal.

Pada rentang waktu 1 November 2018 hingga 27 Maret 2019, PT HTK mulai memberikan fee kepada Bowo dengan rincian, US$59.587 pada tanggal 1 November 2018, US$21.327 pada 20 Desember 2018, US$819 pada 20 Februari 2019, dan Rp 89.449.000 pada 27 Maret 2019.

Uang-uang itu dikeluarkan berdasarkan memo internal agar seolah-olah transaksi legal karena yang membayar adalah perusahaan ke perusahaan, bukan atas nama Bowo Sidik Pangarso. Pada skandal ini, Bowo memakai bendera PT Inersia.