Ombudsman Minta Pemerintah Tutup Celah Cukai Rokok

Karyawan perusahaan rokok dalam negeri.
Sumber :
  • Warta Ekonomi/Sufri Yuliardi

VIVA – Ombudsman Republik Indonesia meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan untuk menutup celah kebijakan cukai rokok.

Hal tersebut, menyusul informasi terkait dugaan penyiasatan yang dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing yang mengakibatkan potensi hilangnya penerimaan negara.

“Aturan yang menimbulkan celah kecurangan, perlu segera ditutup. Apalagi, impact-nya ke penerimaan negara,” ujar anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, seperti dikutip dari keterangannya, Senin 21 Oktober 2019.

Ahmad menjelaskan, Kementerian Keuangan sebagai penyelenggara negara perlu serius melihat adanya gejala pemanfaatan celah yang dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing. Misalnya, jika terbukti adanya penghindaran pajak (tax avoidance), Kementerian Keuangan harus segera melakukan pemeriksaan.

“Kalau kemudian dari Kementerian Keuangan lambat atau dianggap tidak proper, ya masyarakat boleh melapor ke Ombudsman. Kita kembangkan nant," jelas Ahmad.

Sebelumnya sejumlah pihak baik asosiasi, pengamat ekonomi dan pegiat anti korupsi menyatakan adanya celah kebijakan cukai yang dimanfaatkan oleh pabrikan rokok besar asing, dengan cara membayar tarif cukai terendah.

Siasat yang digunakan, yakni dengan membatasi volume produksi jenis rokok tertentu, agar tetap di bawah golongan I, yakni tiga miliar batang per tahun. Dengan cara itu, mereka akan terhindar dari kewajiban membayar cukai tertinggi.

Celah ini memberikan ruang bagi perusahaan besar asing untuk membayar cukai rokok mesin golongan 2 atau golongan tarif cukai murah, padahal memiliki omzet triliunan rupiah dan penjualan miliaran batang rokok per tahun.

Untuk itu, mereka mendorong pemerintah menggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang per tahun seperti yang pernah dimuat pada PMK 146/2017.

Ahmad menuturkan, pihaknya akan mempertimbangkan temuan-temuan di lapangan sesuai dengan kebijakan Ombudsman dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan peraturan hukum di Indonesia.

“Ombudsman cukup concern dan akan melakukan pencermatan dan menindaklanjuti hal ini ke depan,” ujar Ahmad.