Direktur Humpuss Transportasi Kimia Ditetapkan Jadi Tersangka KPK

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono, sebagai tersangka kasus suap kerja sama pengangkutan bidang pelayaran. 

Kasus tersebut merupakan pengembangan dari kegiatan tangkap tangan pada 28 Maret 2019 silam yang menjerat mantan Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso dan tangan kanannya, Indung, serta Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.

"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan dengan satu orang sebagai tersangka, yaitu TAG (Taufik Agustono), Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya Rabu malam, 16 Oktober 2019.

Alexander menjelaskan bahwa PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama periode 2013-2018. Pada 2015 itu, kontrak tersebut dihentikan karena membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar, yang tidak dimiliki oleh PT HTK. 

Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan Bowo Sidik. 

Bowo kemudian bertemu dengan anak buah Taufik, Asty Winanty. Hasil pertemuannya dengan Bowo Sidik, yakni mengatur sedemikian rupa agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal, dilaporkan ke Taufik. 

Tersangka kemudian diduga bertemu dengan beberapa pihak, termasuk Bowo, untuk menyepakati kelanjutan kerja sama sewa menyewa kapal yang sempat terhenti pada 2015 itu.

"Dalam proses tersebut, kemudian BSP (Bowo Sidik) meminta sejumlah fee. Tersangka TAG sebagai Direktur PT HTK membahasnya dengan internal manajemen dan menyanggupi sejumlah fee untuk BSP," kata Alexander.

Pada tanggal 26 Februari 2019 dilakukan MoU antara PT PILOG dengan PT HTK, yang salah satu materi MoU nya adalah pengangkutan kapal milik PT HTK digunakan. 

Setelah ada MoU itu, disepakati untuk pemberian fee, dari PT HTK kepada Bowo dibuatkan satu perjanjian antara PT HTK dengan PT Inersia Ampak Engineers untuk memenuhi kelengkapan administrasi pengeluaran oleh PT HTK.

Kemudian Bowo minta kepada PT HTK untuk membayar uang muka Rp1 miliar atas telah ditandatanganinya MoU itu.

"Permintaan ini disanggupi oleh tersangka TAG selaku Direktur PT HTK dan juga disetujui oleh Komisaris PT HTK. Namun dengan pertimbangan terlalu besar untuk diberikan sekaligus, maka dibuatkan termin pembayarannya," kata Alexander.

Pada rentang waktu 1 November 2018-27 Maret 2019, diduga terjadi transaksi pembayaran fee dari PT HTK kepada Bowo. Rinciannya, US$59.587 pada 1 November 2018, US$21.327 pada 20 Desember 2018, US$7.819 pada 20 Februari 2019, dan Rp89.449.000 pada 27 Maret 2019.

"Di PT HTK, uang-uang tersebut dikeluarkan berdasarkan memo internal yang seolah membayar transaksi perusahaan, bukan atas nama BSP," imbuhnya. 

Taufik diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.