Perppu KPK Tak Kunjung Terbit, Judicial Review ke MK Jadi Opsi

Kantor KPK di Kuningan, Jakarta.
Sumber :
  • VIVA/ Edwin Firdaus.

VIVA – Presiden Jokowi didesak untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu KPK yang memantik pro dan kontra. Tersisa satu hari ini untuk Jokowi antara menerbitkan perppu atau tidak.

Pakar hukum administrasi negara, Daniel Yusmic menilai yang menjadi persoalan dalam revisi UU KPK dilakukan dengan cukup cepat. Hal ini yang menjadi polemik dan menuai protes.

Dia menekankan untuk saat ini, KPK jelas keberadaannya masih dibutuhkan untuk pemberantasan korupsi. Maka itu, terkait desakan penerbitan perppu, dosen Fakultas Hukum Universitas Atmajaya meminta pandangan obyektif dan perlu duduk bersama dengan melihat kondisi negara.

Ia menyoroti alasan kegentingan yang menjadi faktor didorongnya Jokowi bikin perppu. Dengan menyisakan satu hari ini, ada saran sebaiknya melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika perppu memang tak diterbitkan.

"Apakah saat ini kita sedang dalam keadaan darurat? Tentunya hal ini perlu kita diskusikan bersama Antara perppu dan judicial review, keduanya langkah konstitusional dalam bernegara namun punya akibat hukum dan politik berbeda," kata Daniel, dalam keterangannya, Selasa, 15 Oktober 2019.

Pengamat sosial politik Sulthan M Yus berpandangan, revisi UU harus bertujuan memperkuat KPK. Ia menyinggung ada beberapa pasal yang memang sebaiknya dikaji karena menyebabkan perdebatan.

"Ada sejumlah poin yang memang perlu dikaji ulang karena memang menimbulkan perdebatan di internal KPK maupun di ruang publik," kata Sulthan.

Dia pun menyarankan agar mahasiswa yang kritis bisa membentuk tim untuk mengkaji UU KPK yang baru secara materil. Lalu, secara formil melakukan judicial review ke MK jika perppu tak diterbitkan.

Menurutnya, saat ini yang terpenting memunculkan persepsi positif di publik terkait UU KPk. Jangan sampai membuat publik termakan opini yang keliru.

Sulthan menyinggung perihal diterbitkannya perppu yakni adanya keadaan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat.

"Kemudian, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Atau ada UU tetapi tidak memadai, dan kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membentuk UU dengan prosedur biasa karena perlu waktu yang cukup lama," jelasnya.

Menurutnya, jika perppu tak diterbitkan Jokowi makan opsi lain dengan mengajukan judicial review ke MK.

"Masyarakat agar menggunakan jalur konstitusional yang telah disediakan UU untuk menyikapi polemik UU KPK yakni dengan melakukan judicial review di MK," tuturnya.

Merujuk ketentuan pembuatan peraturan perundangan, revisi UU KPK akan berlaku secara otomatis dalam waktu 30 hari. Artinya mulai berlaku UU KPK yang baru pada Kamis, 17 Oktober 2019.

Meski Jokowi selaku presiden belum atau tidak mau menandatangani UU tersebut. Maka itu, Rabu hari ini, 16 Oktober 2019 menjadi batas terakhir Jokowi menerbitkan perppu atau tidak.

DPR dalam prosesnya mengesahkan revisi UU KPK melalui paripurna yang digelar Selasa, 17 September 2019. Paripurna saat itu dipimpin salah satu Wakil Ketua DPR periode 2014-2019, Fahri Hamzah. Sementara, perwakilan pemerintah yang hadir saat itu adalah Menkumham Yasonna Laoly.