Dugaan Korupsi dan Monopoli, Permenaker 291 Dilaporkan ke KPK
- VIVAnews/Edwin Firdaus
VIVA – Dugaan korupsi dan monopoli dalam proses penempatan tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Pelapor adalah pemerhati masalah Tenaga Kerja Indonesia, Vanroy Pakpahan.
Ia menyoroti laporan ini, karena diduga ada kecurangan yang dibalut lewat aturan menteri tersebut.
"Jadi, hari ini kami mewakili masyarakat dan perusahaan-perusahaan penempatan tenaga kerja Indonesia datang ke KPK, terkait keberadaan keputusan menteri tenaga kerja (Kepmenaker) Nomor 291 tahun 2018," kata Vanroy, yang juga berprofesi sebagai advokat di KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa 1 Oktober 2019.
Menurut Vanroy, aroma rasuah tercium karena Kepmen itu diberlakukan, mengingat formula turunan dari UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran, yakni Peraturan Pemerintah (PP) belum ada.
Disinyalir Kepmen yang dikeluarkan tersebut, sengaja dikeluarkan tanpa menunggu PP atas desakan pihak-pihak tertentu supaya program Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) ini segera bisa jalan.
Menurut dia, hal ini tentu saja dapat merugikan pihak pekerja migran, karena Kepmen ini dikeluarkan untuk uji coba penempatan melalui sistem SPSK.
"Masa penempatan manusia coba-coba? Ini manusia lho yang ditempatkan, bukan barang. Mengingat kasus TKW yang terkena hukuman mati dan hukuman pancung masih banyak menunggu TKW kita di Arab Saudi sana," katanya.
Dia mengingatkan, agar pemerintah bisa memprioritaskan persoalan TKI.
"Harusnya pemerintah selesaikan dulu, tuntaskan sampai ke akarnya baru menempatkan dengan sistem baru apa pun itu demi kebaikan TKI kita, bukannya dengan sistem coba-coba," kata Vanroy.
Menurut dia, sistem satu pintu ini, justru menimbulkan masalah baru. Ia menduga, terindikasi monopoli dari pihak-pihak terkait, supaya hanya perusahaan tertentu saja yang boleh menyalurkan tenaga kerja Indonesia ke negeri Arab melalui sistem ini.
"Karena dengan regulasi ini oleh Dirjen Penta dikeluarkan SK No 135 tahun 2019 tentang penempatan tenaga kerja, itu hanya 58 perusahaan yang terpilih. Padahal kan, dalam prosesnya banyak perusahaan yang ikut serta, namun dinyatakan tidak lolos," jelasnya.
Kemudian, ia menyoroti dugaan keganjilan yang banyak bertentangan dengan Kepmenaker. Sistem transparansi mesti digenjot dalam Kepmenaker.
"Dasar penunjukkan atau assesment yang dibuat Kemenaker tidak transparan dan banyak hal ganjil yang bertentangan dengan Kepmenaker yang telah dikeluarkan. Salah satu hal di dalam assesment adalah perusahaan harus pernah menempatkan TKI ke pengguna perseorangan selama lima tahun dari tahun 2006 sd 2011, ini kan aneh," ujarnya.
Untuk mendukung laporannya, Vanroy menyertakan sebundel dokumen dugaan korupsi maupun monopoli usaha dibalik peraturan menteri tenaga kerja.
"Ini masalah serius dalam rangka penempatan tenaga kerja serta persaingan usaha. Masyarakat luas juga banyak yang sudah mengetahui kasus ini," tambahnya.