Kekerasan Terhadap Jurnalis, Ketua Dewan Pers Bakal Temui Kapolri

Ketua Dewan Pers, Muhammad Nuh, di kampus Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
Sumber :
  • Nur Faishal

VIVA – Ketua Dewan Pers, Muhammad Nuh, berencana menemui Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait sejumlah insiden kekerasan yang menimpa jurnalis saat meliput demonstrasi mahasiswa yang menolak sejumlah revisi undang-undang yang kontrovesial.

Saat berada di Surabaya, Sabtu 28 September 2019, M Nuh menegaskan tidak hanya soal kebebasan pers, tapi juga menolak segala bentuk pengekangan kebebasan berpendapat.

"Kekerasan terhadap jurnalis semestinya tidak terjadi, tidak boleh terjadi, dan tidak boleh terulang lagi. Sehingga dalam waktu dekat saya berencana untuk bertemu dengan Pak Kapolri, berbicara dari hati ke hati," kata Nuh di kampus Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu, 28 September 2019.

Nuh mengatakan, silaturrahim dengan Kapolri diperlukan untuk menguatkan kerja sama yang sudah terbangun dalam rangka memastikan jurnalis yang melaksanakan tugas kejurnalistikan di lapangan terlindungi.

"Kita pastikan panjenengan semua (jurnalis) tidak ada hambatan," katanya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menegaskan bahwa Dewan Pers mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap beberapa jurnalis saat meliput demonstrasi di beberapa daerah.

"Kenapa? Karena kita sudah bersepakat bahwa negara ini bentuknya adalah demokrasi," kata Nuh.

Menurutnya, salah satu pilar demokrasi ialah pers atau media. Karena itulah, kebebasan dan kemerdekaan pers dan berpendapat harus tetap dirawat. Jika tidak, keberimbangan akan hilang dan pada ujungnya demokrasi akan bergeser menjadi otoriter.

"Demokrasi tanpa check and balances, akan bergeser ke otoriter," ujar Nuh.

Diberitakan sebelumnya, kekerasan menimpa sejumlah jurnalis saat meliput demonstrasi besar-besaran oleh elemen mahasiswa di beberapa kota beberapa hari lalu. Intimidasi itu dilakukan oleh oknum aparat saat melakukan pengamanan unjuk rasa. Tidak hanya intimidasi psikis, ada juga jurnalis yang mengalami luka-luka.