Komite Keselamatan Jurnalis Desak Polisi Usut Kekerasan ke Wartawan

Mahasiswa dari sejumlah elemen mahasiswa Jabodetabek demo di depan Gedung DPR
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

VIVA – Komite Keselamatan Jurnalis mendesak polisi mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap wartawan, saat meliput demonstrasi mahasiswa di Gedung DPR, Senayan, Jakarta dan beberapa kota lain, Selasa, 24 September 2019. Berdasarkan laporan diterima Komite Keselamatan, sejumlah jurnalis menjadi korban dalam peliputan aksi tersebut.

Juru Bicara Komite Keselamatan Jurnalis Wahyu Triyogo menuturkan, kasus kekerasan terhadap wartawan itu tidak hanya terjadi di Jakarta, melainkan juga Makassar, Sulawesi Selatan. Mereka mengalami kekerasan fisik dan intimidasi dari aparat dan demonstran.

”Mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan anggotanya dan massa aksi. Terlebih kekerasan yang dilakukan anggota Polri tersebut terekam jelas dalam video-video yang dimiliki jurnalis,” kata Wahyu di Jakarta, Rabu, 25 September 2019, yang dirilis dalam keterangan tertulis diterima VIVAnews, Kamis, 26 September 2019.

Wahyu menuturkan, berdasarkan data AJI Jakarta, kekerasan dialami jurnalis Katadata, Tri Kurnia Yunianto. Tri dikeroyok, dipukul dan ditendang oleh oknum aparat Brimob Polri.

Meski Kurnia telah menunjukkan Kartu Identitas Pers yang menggantung di leher dan menjelaskan sedang melakukan liputan, pelaku kekerasan tidak menghiraukan dan tetap melakukan penganiayaan.

Polisi juga merampas ponsel Kurnia dan menghapus video yang terakhir kali direkamnya. Video itu berisi rekaman polisi membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata.

Hal sama juga dialami jurnalis Nibras Nada Nailufar yang mengalami intimidasi saat merekam polisi melakukan kekerasan terhadap seseorang, di kawasan Jakarta Convention Center, Selasa, 24 September 2019 malam. Polisi juga sempat meminta Nibras untuk menghapus rekaman video kekerasan tersebut.

Kekerasan saat demo mahasiswa itu juga dialami jurnalis IDN Times Vanny El Rahman. Dia dipukul dan diminta menghapus video rekamannya tentang kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran di sekitar fly over Slipi, Jakarta.

Sementara di Makassar, tiga jurnalis menjadi korban kekerasan oleh polisi saat meliput aksi penolakan UU KPK dan RKUHP di depan Gedung DPRD Sulsel, Selasa, 24 September 2019 petang. Ketiganya, Muhammad Darwi Fathir jurnalis LKBN Antara, Saiful (inikata.com) dan Ishak Pasabuan (Makassar Today).

Darwin mengalami kekerasan fisik berupa pengeroyokan polisi, ditarik, ditendang dan dipukul menggunakan pentungan. Perlakuan yang sama juga dialami Saiful. Dia dipukul dan dipentung di bagian wajah oleh polisi.

Kekerasan ini dipicu oleh kemarahan polisi saat melihat Saiful mengambil gambar aparat memukul mundur para demonstran dengan gas air mata dan meriam air. Ishak juga mengalami kekerasan fisik berupa hantaman benda tumpul oleh polisi di bagian kepala dan dilarang mengambil gambar saat polisi bentrok dengan demonstran.

”Kekerasan yang dilakukan polisi dan massa merupakan tindakan pidana sebagaimana dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Wahyu.

Dia menyebutkan, Pasal 18 Ayat 1 UU Pers menyatakan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp500 juta.

”Setiap jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers. Khususnya terkait peliputan yang menyangkut kepentingan umum sebagai bentuk kontrol publik,” ujarnya.

Menyikapi kekerasan terhadap jurnalis ini, Komite Keselamatan Jurnalis menyatakan sikap:

1. Mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan anggotanya dan massa aksi. Terlebih kekerasan yang dilakukan anggota Polri tersebut terekam jelas dalam video-video yang dimiliki jurnalis.

2. Mengimbau masyarakat agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis saat sedang meliput. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU Pers

3. Mengimbau perusahaan media untuk memberikan alat pelindung diri kepada jurnalis mereka yang meliput aksi massa yang berpotensi terjadi kericuhan.

4. Mendesak Dewan Pers membentuk Satgas Anti Kekerasan guna menuntaskan kasus kekerasan yang terjadi sepanjang aksi penolakan RKUHP dan Revisi UU KPK di berbagai daerah.

5. Data yang dikumpulkan AJI Makassar dan AJI Jakarta ini merupakan data sementara. Komite Keselamatan Jurnalis membuka Hotline Antikekerasan Jurnalis untuk jurnalis yang mengalami kekerasan di nomor -0812-4882-231.

Komite Keselamatan Jurnalis beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. Selain itu Safenet, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi).