Fahri Jamin RUU KUHP dan Pemasyarakatan Sesuai Roh Demokrasi

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah
Sumber :
  • VIVAnews/Lilis Khalis

VIVA – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai terjadi kesalahpahaman dari para penolak rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Menurutnya, kedua pembaruan undang-undang itu sudah selayaknya disempurnakan.

“Saya sebagai eksponen demokrasi, hukum kita ini perlu ditutup lubang-lubangnya. UU kolonial perlu kita ganti dengan UU demokrasi. Sistem pemenjaraan mesti kita ubah dengan pemasyarakatan sesuai dengan ruh demorkasi,” kata Fahri di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 24 September 2019.

Fahri menjamin RUU KUHP tidak mengarahkan negara menjadi otoriter. Hal-hal yang ditolak oleh para pengkritik RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan punya pemikiran keliru. 

“Nah, misal soal unggas (berkeliaran di tanah orang) ya. Dulu itu dipenjara, sekarang didenda. Gelandangan juga ada di UU lama, kecuali ini semua tidak ada di UU lama. Saya kalau ditanya pribadi, ngapain ngurus gelandangan. Tapi itu ada di KUHP lama, bukan KUHP baru. Di KUHP baru dijadikan denda,” ujarnya. 

“Kita ini sebenarnya feodal. Kita ini ingin ada ratu adil, ada yang menyiksa, ada yang mengontrol kita. Maunya gitu. Mentalitas kita ini masih rusak, mesti diperbaiki. KUHP ini datang untuk merombak itu.”

Dalam pandangan ini, Fahri pun mengaku sepakat dengan Presiden Joko Widodo bahwa protes publik hanyalah soal komunikasi.

“Dalam rapat konsultasi (dengan Presiden) mari kita sampaikan kepada masyarakat dan mahasiswa bersama-sama. Ini ada problem sosialiasi. Tugas itu kita lakukan bersama,” katanya.