Pimpinan KPK Beda Pendapat Soal Pegawai Jadi ASN

Pegawai KPK aksi diam untuk memperingati 700 hari penyiraman air keras ke Novel, Selasa (12/3/2019).
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Ridho Permana

VIVAnews - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif khawatir dengan independensi insan di institusinya setelah UU KPK hasil revisi disahkan oleh DPR. Salah satu keresahannya adalah status pegawai KPK yang masuk dalam kategori Aparatur Sipil Negara.

Laode khawatir dengan status pegawai KPK yang ASN, justru melunturkan sikap independensi dalam rangka pemberantasan korupsi.

"KPK tidak alergi untuk status kepegawaiannya tetapi salah satu ciri dari lembaga independen itu adalah kemandirian dari segi SDM dan itu bukan kata-kata saya tapi itu adalah kata-kata di dalam Jakarta Statement on Principles of Anti Corruption Agency yang biasa disebut Jakarta Principles," kata Laode di kantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 19 September 2019.

Laode meyakini bila pegawai KPK berstatus independen, maka pemberantasan korupsi akan lebih kuat dan tidak terbentur potensi kepentingan.

"Kalau dia independen maka dia lebih kuat seperti itu. Jadi ini bukan kata-kata saya dan ini sayang sekali karena Jakarta Principles ini telah diikuti oleh banyak negara di dunia," ujarnya.

Jika nantinya status pegawai KPK tak lagi independen, Laode berharap proses seleksi pegawai tetap menjadi kewenangan KPK.

"Kalaupun ini tidak bisa terelakkan harus dikonversi ke dalam aparatur sipil negara maka kami berharap bahwa proses rekrutmen, training, promosi, mutasi, dan demosi harus tetap di dalam kontrol KPK," katanya.

Berbanding terbalik dengan pernyataan Laode, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang juga pimpinan KPK jilid V terpilih justru punya pandangan sendiri.

***

Menurut dia, perubahan status kepegawaian ini tidak akan mempengaruhi independensi KPK. Alex justru menyebut dengan perubahan status ini diharapkan pegawai KPK bisa memberikan contoh kepada kementerian dan lembaga lainnya.

"Meskipun yang di KPK status pegawainya sudah ASN, nilai-nilai itu tidak akan berubah. Kita ingin memberi contoh juga ke kementerian dan lembaga pemerintahan yang lain," kata Alexander dikonfirmasi oleh awak media, Kamis, 19 September 2019.

Mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tersebut juga menekankan yang dibangun di KPK adalah sistem dan nilai. Dengan demikian, perubahan status kepegawaian tak mempengaruhi sistem dan nilai yang telah terbangun selama ini. Salah satunya soal independensi penyelidik dan penyidik dalam mengusut perkara korupsi.

"Apakah akan mempengaruhi independensi KPK? Teman-teman yang dibangun di KPK adalah sistem. Sistem itu yang membuat KPK menjadi kuat. Rasa-rasanya sejauh ini pimpinan tidak pernah melakukan intervensi dalam penindakan yang dilakukan oleh KPK dan saya berharap hal itu akan terus dijaga nilai-nilai KPK yang kami pegang selama ini," kata Alexander.

Meski demikian, KPK akan koordinasi dengan sejumlah kementerian dan lembaga terkait mengenai perubahaan status kepegawaian. Di antaranya seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kempan RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk membicarakan mekanisme perubahan status kepegawaian.

Alexander mengatakan dia menggaransi para pegawai tidak dirugikan dengan perubahan status tersebut.

"Nanti lewat konversi. Berdasarkan jabatannya di KPK nanti kita konversi dengan apa jabatan-jabatan yang sesuai sebagai ASN," ujarnya.

Diketahui, pimpinan KPK telah membentuk tim transisi untuk mengkaji setiap pasal yang tercantum dalam UU KPK yang baru. Dalam waktu satu bulan ini, tim transisi tersebut akan menganalisis materi-materi di RUU KPK yang disahkan DPR, mengidentifikasi konsekuensi terhadap kelembagaan, pelaksanaan tugas KPK baik di Penindakan ataupun Pencegahan dan unit lain yang terkait, serta merekomendasikan tindak lanjut yang perlu dilakukan secara bertahap pada pimpinan.

Rekomendasi hasil kajian ini nantinya bakal disampaikan pimpinan KPK kepada Presiden Joko Widodo.