Kisah Abdullah Hehamahua Dijuluki Taliban saat di KPK

Eks Penasehat KPK, Abdullah Hehamahua
Sumber :
  • VIVA.co.id/Bayu Nugraha

VIVA – Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua, angka bicara terkait tudingan adanya kubu 'Polisi India Vs Polisi Taliban' di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, isu tersebut merupakan upaya menghancurkan KPK dari dalam dengan membuat friksi. 

Abdullah mengaku tidak tahu persis kapan istilah 'Taliban' muncul di kalangan internal KPK. Namun, soal sebutan Taliban itu, kata Abdullah, pernah terucap dari salah seorang delegasi Amerika Serikat saat melakukan kunjungan ke KPK beberapa tahun lalu. 

Abdullah yang aktif di KPK sebagai Penasihat selama tahun 2005-2013, pernah dijuluki Taliban oleh delegasi Amerika yang datang ke KPK waktu itu. Ia sendiri tak menganggap serius julukan itu, malah diamini saja.  

"Saya saat itu kan lagi S3, iya saya Taliban. Taliban itu kan bahasa Arab yang artinya mahasiswa. Kalau asbabul wurud-nya begitu, banyak pegawai KPK yang jadi Taliban, ya betul. Karena banyak yang sekolah lagi (waktu bekerja di KPK)," kata Abdullah di Jakarta, Senin, 16 September 2019. 

Tiba-tiba muncul tudingan yang mengaitkan nama Abdullah Hehamahua bersama sejumlah mantan pimpinan KPK jilid III yang dinilai sebagai tokoh-tokoh Taliban di KPK. Tuduhannya cukup serius, sebutan Taliban dikaitkan dengan gerakan radikalisme. 

Nama Abdullah Hehamahua dikaitkan dengan masa lalunya saat masih menjadi aktivis di era Orde Baru. Ia pernah diburu rezim saat itu karena menolak Pancasila sebagai asas tunggal, sampai kemudian dia hijrah ke Malaysia hingga Orde Baru tumbang. 

"Saya bukan menolak Pancasila, Pancasila Bung Karno itu dasar negara, bukan ditunggalkan. Ketua DPR sekarang itu alumni HMI, 10 persen anggota DPR alumni HMI itu menolak Pancasila sebagai azas tunggal," ujar Ketua HMI periode 1978-1981 ini.

Sementara itu ketika namanya dikaitkan dengan tokoh Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Baasyir, Abdullah mengakui pernah hijrah ke Malaysia bersama Abu Bakar Baasyir tahun 1984, yang juga sama-sama menolak pemaksaan asas tunggal Pancasila oleh Soeharto.

"Di Malaysia kami pernah ketemu 2-3 kali, tapi pola perjuangan kami berbeda," ujar Abdullah yang sekembalinya ke Indonesia berkecimpung di bidang pemberantasan korupsi dengan menjabat sebagai komisioner KPKPN (Komisi Pemberantasan Korupsi Penyelenggara Negara), cikal bakal KPK.

Jika sebutan 'Taliban' kepada KPK itu dikaitkan dengan aktivitas rohani para pegawainya yang mengamalkan ajaran agama, Abdullah menilai tidak ada yang salah. Sebab, pegawai KPK tak cuma muslim, ada juga yang beragama lain dan semua diberikan hak yang sama untuk ibadah di KPK.

Menurutnya, di KPK punya Wadah Pegawai yang mengakomodir kegiatan ibadah pegawai, seperti pengajian mingguan bagi pegawai muslim, kebaktian bagi pegawai Kristen, dan juga peribadatan lainnya bagi yang Hindu maupun Buddha.

"Berarti orang-orang (yang menuduh Taliban) itu tidak mengerti falsafah negara. Kenapa orang yang melaksanakan ajaran agamanya dianggap sebagai fundamentalisme, Taliban dan sebagainya?" tanya Abdullah.

Bahkan, terang Abdullah, penyidik dari Kepolisian sendiri yang memintanya untuk menggelar pengajian dua kali sepekan, karena di KPK (gedung lama) tidak punya masjid. "Saya justru terharu ketika itu permintaan itu dari penyidik KPK," ujar Abdullah.

"Jadi saya lihat itu, kalau betul mereka buat karikatur Taliban itu adalah orang yang memang oleh Pak Ruki disebut sebagai corruptor fight back. Mereka tak menyenangi tindakan pemberantasan korupsi," tegasnya.

Sebelumnya, isu polisi taliban mencuat usai disuarakan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane. Ia bicara soal adanya persaingan polisi Taliban dengan polisi India di KPK.

Isu ini mencuat sebelum pembentukan Panitia Seleksi Calon pimpinan KPK periode 2019-2023. Neta menyebut bila polisi Taliban bagian dari kubu penyidik Novel Baswedan.

"Sekarang berkembang isu di dalam KPK. Katanya ada polisi India dan ada polisi Taliban. Ini kan berbahaya. Taliban siapa? Kubu Novel (penyidik senior KPK, Novel Baswedan). Polisi India siapa? Kubu non-Novel," kata Neta dalam diskusi di Cikini Jakarta Pusat, Minggu, 5 Mei 2019. (ren)