Teten Masduki: Wajar Mereka Marah
- ANTARA/Puspa Perwitasari
VIVAnews - Keputusan Presiden Joko Widodo menyetujui revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi, menuai kecaman dari para pegiat antikorupsi. Tidak hanya presiden yang menjadi sasaran kritik. Tetapi sejumlah pihak yang dulunya aktivis antikorupsi dan menduduki posisi penting di pemerintahan sekarang, menjadi sasaran kritik.
Bahkan di laman media sosial Indonesia Corruption Watch (ICW), membuat satire foto-foto mereka yang duduk di Istana sedang dicari. Seperti Johan Budi (mantan Jubir KPK), Teten Masduki (mantan Koordinator ICW dan aktivis antikorupsi), Jaleswari Pramodhawardani (pegiat HAM), termasuk Ifdhal Kasim (mantan Ketua Komnas HAM).
Menyikapi hal itu, Teten yang kini menjadi Koordinator Staf Khusus Presiden dan sempat menduduki posisi Kepala Staf Presiden, memilih enggan berpolemik. Namun, ia mengakui kekecewaan para pegiat antikorupsi itu terhadap pemerintah maupun dirinya.
"Wajarlah mereka marah," kata Teten singkat, Jumat 13 September 2019.
Teten sempat memimpin ICW di awal-awal reformasi. Bahkan, prestasinya terbilang moncer ketika ia membongkar kasus suap yang di dalamnya melibatkan Jaksa Agung yang kala itu dijabat oleh Andi M Ghalib.
Sementara itu, Jaleswari Pramodhwardani juga mengaku sangat memahami kekecewaan aktivis antikorupsi maupun masyarakat sipil. Hanya saja, ia membantah tidak berbuat apa-apa. Tetapi ia tidak menjelaskan, apa saja yang telah dilakukan.
"Saya memahami kawan-kawan ini sedang kecewa. Karenanya, saya tidak ingin berpolemik lebih lanjut soal ini, pesannya sudah tersampaikan," kata dia lewat pesan singkat.
Dalam akun twitter ICW @antikorupsi merilis sejumlah foto, yang dulu mereka dikenal pegiat antikorupsi hingga pegiat HAM. Namun tidak bersuara ketika Presiden memutuskan menyetujui merevisi UU KPK.
Dalam lama ICW itu, merilis sejumlah foto yang disatire layaknya DPO (Daftar Pencarian Orang), seperti Abetnego Tarigan, mantan pegiat lingkungan hidup, "Hilang karena terlalu dekat dengan istana".
Lalu Andrinof Chaniago, mantan pegiat reformasi kebijakan publik, "Hilang karena terlalu dekat dengan istana". Jaleswari Pramodhwardani, mantan pegiat reformasi militer, "Hilang karena terlalu dekat dengan istana".
Alexander Lay, mantan pegiat reformasi hukum, "Hilang karena terlalu dekat dengan istana". Teten Masduki, mantan pegiat antikorupsi, "Hilang karena terlalu dekat dengan istana".
ICW juga menyindir Johan Budi SP, mantan Jubir KPK, "Hilang sejak masuk ke perut banteng". Ifdhal Kasim, mantan pegiat HAM, "Hilang karena terlalu dekat dengan istana". Fadjroel Rachman, mantan pegiat demokrasi, "Hilang karena terlalu dekat dengan istana". [mus]