Soal Revisi UU, Ruki: DPR Tak Perlu Injury Time dan KPK Jangan Alergi

(dari kiri ke kanan) Taufiequrachman Ruki, Irwan Prayitno, dan Karni Ilyas dalam program diskusi publik Indonesia Lawyers Club di kampus Universitas Andalas, Kota Padang, pada Kamis, 30 Maret 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andri Mardiansyah

VIVA – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrachman Ruki angkat bicara terkait polemik Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang digaungkan DPR saat ini. Kisruh tersebut adalah buah dari komunikasi tak terjadi dengan baik antara pihak-pihak terkait. 

Dalam Indonesia Lawyers Club tvOne, Rabu 11 September 2019, mantan anggota DPR pada 1992 hingga 2000 ini mempertanyakan keputusan DPR di akhir-akhir periodenya mendorong revisi ini. Terlebih lagi beberapa waktu lalu ada sejumlah anggota DPR yang terjerat kasus korupsi. 

"Ada-apa, masa kerja DPR ini tinggal 20 hari kok tiba-tiba mengusulkan ini (Revisi UU KPK), publik langsung bertanya. Jangan-jangan ada skenario untuk hantam KPK," ujarnya. 

Menurutnya, revisi UU KPK akan lebih efektif digodok di periode kerja baru DPR. Terlebih lagi sepengetahuannya 60 persen anggota DPR baru adalah wajah lama. "Penggunakan injury time menimbulkan kecurigaan yang besar," tegasnya. 

Sebaliknya lanjut Ruki, KPK pun jangan alergi dengan revisi UU ini. Sebab, memang ada sistem kelembagaan di KPK yang perlu dipertegas. Sehingga pada akhirnya dapat memperkuat kinerja di masa depan. 

Dia mencontohkan, soal status pegawai misalnya. Hingga kini belum ada Peraturan Pemerintah turunan dari UU tersebut yang memperjelas status kepegawaian di KPK. Hal tersebut, menurutnya salah satu yang harus diperkuat.

"KPK memang butuh di-adjust. Jangan alergi. jangan serta merta ngomong yang mau revisi ini anti pemberantasan korupsi. Jadi berkomunikasilah." [mus]