Punya Sejarah Jalur Imigran, Basarnas Banten Fokus Latihan Penanganan
- VIVAnews/Yandi Deslatama
VIVA – Indonesia berada pada posisi yang strategis dalam peta hubungan internasional. Itu sebabnya, banyak imigran gelap dan pencari suaka yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan.
Itu sebabnya Badan SAR Nasional (Basarnas) menggelar pelatihan dengan fokus latihan pada lima tugas wajib mereka di Banten, yakni kecelakaan kapal, pesawat, penanganan khusus, tanggap bencana dan membahayakan manusia. Pelatihan dikhususkan menangani people smuggling atau imigran gelap yang melintasi perairan Banten, terutama Selat Sunda.
"Di Banten, isu yang akan kita latihkan kecelakaan pelayaran yang dikaitkan dengan pengungsi warga negara asing. Kadang-kadang mereka tidak mau dievakuasi oleh kita," kata Direktur Kesiapsiagaan Basarnas, Didi Hamzar, ditemui di Hotel Grand Mangkuputra Cilegon, Banten, Kamis, 29 Agustus 2019.
Basarnas diminta melakukan aksi cepat tanggap dalam kurun waktu 28 menit, sejak laporan kebencanaan diterima pihaknya. Sementara itu, terkait imigran gelap, Basarnas diminta tidak mudah membawa para imigran ke daratan.
Korps baju orange ini diminta memahami kepentingan para imigran melakukan perjalanan laut, seperti kepentingan politik, termasuk jaringan teroris ataukah narkotika, sosial budaya atau kejahatan lain di negara asalnya. Upaya itu agar nantinya tidak memberatkan pemerintah Indonesia dalam hal penanganan imigran.
"Basarnas harus mencermati mereka punya kepentingan politik, teroris, narkoba atau lainnya. Kita juga jangan gampang membawa mereka ke daratan, karena harus memberi makan dan kebutuhan hidup mereka berbulan-bulan," dia menerangkan.
Penanganan imigran sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016, tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, di mana isu pengungsi dan pencari suaka telah menjadi sorotan baik dari dalam negeri maupun internasional. Di Indonesia tercatat ada 13.840 jiwa, yang terdiri atas 9.795 pengungsi dan 4.045 pencari suaka.
Menurut data dari United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), jumlah pengungsi dan pencari suaka dalam beberapa tahun belakangan terus meningkat, bahkan menjadi krisis pengungsi terparah sejak Perang Dunia kedua.
Apalagi secara geografis, Indonesia terletak pada posisi silang dunia, sehingga menjadi tempat yang sangat strategis untuk transit para pengungsi, terutama pengungsi atau imigran gelap.
"Ini sudah di perpres kan tentang penanganan isu ini. Jangan juga tugas kita melanggar HAM ataupun memberatkan negara kita," jelasnya.
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun, jumlah imigran gelap yang melintasi perairan Banten mencapai ratusan jiwa. Berikut data yang berhasil didapat dari berbagai sumber:
Pertama, 11 Oktober 2009, tiga kapal perang TNI AL, yakni Kapal Republik Indonesia (KRI) Pati Unus, KRI Teuku Umar, dan KRI Kobra dikerahkan untuk mengevakuasi 260 imigran gelap asal Srilangka yang ditangkap di perairan anak Gunung Krakatau, Selat Sunda, Banten. Mereka menuju Pulau Christmas, Australia.
Tiga kapal perang itu dikerahkan karena kapal yang dinaiki imigran gelap itu sengaja mematikan mesin kapal dan tak mau digiring ke daratan. Mereka digiring ke Pelabuhan Indah Kiyat, Kota Cilegon, Banten, yang letaknya sekitar 500 meter dari Pelabuhan Merak dan dibawa menggunakan tiga bus dan dua mobil Dalmas.
Kedua, 9 Maret 2012, ada kapal kayu berisi 120 imigran yang mengalami rusak mesin di perairan Pulau Panaitan. Mereka diselamatkan menggunakan kapal tanker kemudian dibawa ke Pelabuhan Indah Kiyat, Kota Cilegon, Banten.
Ketiga, 8 April 2013, sebanyak 52 imigran ilegal berasal dari Bangladesh, Afganistan, dan Myanmar, diamankan Polair Polda Banten dari perairan Pasauran, Anyer, Kabupaten Serang, Banten. Mereka dievakuasi ke Pelabuhan Indah Kiyat, Kota Cilegon, Banten. Kapal kayu mereka akan bertolak menuju Pulau Cristmas, Australia, untuk mencari suaka politik.
Keempat, 21 Juni 2013, sebanyak 63 imigran gelap asal Iran dan Afganistan bertolak menuju Pulau Cristmas, Australia, melalui Selat Sunda. Kapal kayu mereka rusak dan terdampar hingga Pulau Panaitan, Pandeglang, Banten.