Wacana Provinsi Bogor Raya Dianggap Tak Tepat Sasaran

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro
Sumber :
  • VIVAnews / Zahrul Darmawan

VIVA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, menilai wacana pembentukan provinsi baru, yaitu Bogor Raya, tidak tepat sasaran. Itu karena membentuk pemerintahan baru bukan lah penyelesaian masalah bagi pelayanan publik masyarakat. Sebab, perkembangan dari wilayah perkotaan terjadi secara alamiah. 

Hal itu diungkapkan Bambang usai menghadiri diskusi di Universitas Indonesia (UI), Depok, pada Kamis 22 Agustus 2019. "Jadi bukan berdasarkan batas administratif. Masih ada solusi lain ketimbang membuat provinsi,” kata Bambang kepada para awak media

Oleh sebab itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menawarkan solusi, yang diakui Bambang, telah dimasukkan dalam pembangunan jangka menengah untuk lima tahun ke depan bagi wilayah penunjang Jakarta itu. “Kita berikan penyelesaian masalah tersebut, yaitu pengembangan wilayah metropolitan termasuk juga metropolitan Jakarta yang nantinya mencakup daerah yang disebutkan tadi [Bogor Raya],” papar Bambang, yang juga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Eks Menteri Keuangan itu menilai wujud dari pengembangan wilayah metropolitan adalah memanfaatkan kerjasama antar Pemerintah Daerah (Pemda), terutama di bidang infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik. “Wilayah metropolitan yang kami usulkan itu mendorong adanya kerjasama antar pemerintah daerah dalam menangani masalah fasilitas publik tertentu. Misalkan sampah, air, tergantung dari kebutuhan masing-masing wilayah,” lanjut Bambang.

Nantinya, masyarakat di daerah metropolitan akan mendapatkan fasilitas setara seperti Jakarta tanpa harus membentuk wilayah administrasi sendiri. “Format usulan tersebut nantinya juga akan mencakup seluruh kebutuhan masyarakat. Salah satu contohnya adalah bagaimana pembangunan transportasi publik tidak terhalang oleh garis batas wilayah administrasi,” ujarnya.

Sikap Depok

Sementara itu, Pemerintah Kota Depok kembali menegaskan akan lebih memilih bergabung bersama Provinsi DKI Jakarta. Pernyataan ini mencuat setelah isu terkait wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya mulai menjadi sorotan banyak pihak.

Wakil Wali Kota Depok, Pradi Supriatna, menjelaskan wacana Provinsi Bogor Raya bukan perkara mudah, layaknya membalikkan telapak tangan. Menurutnya, perlu ada kajian mendalam dan perlu dilihat secara detail dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terlebih dahulu.

“Mungkin perlu dilihat tata ruangnya dulu. RTRW nya dari provinsi itu seperti apa, apakah sudah masuk didalam tata ruang Provinsi. Nah kalau misalnya belum ada harus masuk ditata ruang provinsi. Nah sudah barang tentu harus ada penyesuaian atau revisi kalau memang tidak sesuai,” kata Pradi.

Bagi dia, kajian terkait wacana tersebut juga perlu dibuat karena membuat sebuah daerah menjadi provinsi tidaklah mudah. “Dalam hal ini tidak bisa begitu saja dibuat atau diimplementasikan tentang provinsi karena tidak mudah,” jelasnya

Salah satu contoh, pembagian daerah Kabupaten Bogor - yaitu antara Bogor Timur dan Bogor Barat. Masalah itu belum selesai hingga saat ini.

“Urusannya panjang dengan DPRD-nya, Kemendagri-nya dan sebagainya. Itu butuh pembahasan yang cukup panjang,” timpal Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Depok, Hardiono.

Secara pribadi, Hardiono cenderung ingin Depok dijadikan daerah khusus dan menjadi bagian dari Ibu Kota DKI Jakarta, dibandingkan harus masuk ke Provinsi Bogor Raya, yang lagi ramai diwacanakan.

“Kalau Depok dilibatkan ke Provinsi Bogor Raya, saya justru cenderungnya Depok ini jangan lagi masuk Provinsi Bogor Raya, tapi masuk daerah khusus, sebagai bagian dari Ibu Kota kalau secara pribadi,” jelasnya. Menurut Hardiono, Depok nantinya bisa dimasukkan sebagai sebuah opsi atau alternatif untuk perluasan Jakarta.

“Jadi nantinya DKI enggak berdiri sendiri, ketimbang harus bangun reklamasi karena kekurangan lahan. Lebih baik cari lahan baru, yang memang betul-betul ada di darat, kemudian dilakukan kajian RTRW-nya, selanjutnya bisa dibahas di tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten,” lanjut dia.