BPJS Kesehatan Jebol Rp28,5 Triliun, Kenaikan Iuran Mendesak

Aplikasi digital dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

VIVA – BPJS Kesehatan menilai, defisit neraca keuangannya yang terus melebar dari tahun ke tahunnya sudah menjadi bukti bahwa kenaikan iuran BPJS, merupakan kebutuhan yang sudah sangat mendesak.

Besaran iuran saat ini, dinilai tidak sesuai dengan besarnya biaya pelayanan rumah sakit.

Sejak ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, iuran BPJS Kesehatan ditetapkan, untuk pekerja penerima upah sebesar Rp23 ribu per orang per bulan, untuk bukan pekerja penerima upah atau wiraswasta sebesar Rp25 ribu layanan kelas 3, Rp51 ribu kelas 2, dan Rp81 ribu kelas 1.

Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan, Kemal Imam Santoso mengatakan, kebutuhan kenaikan iuran tersebut sudah mendesak, karena menyangkut keberlangsungan keberadaan badan pelaksana program Jaminan Kesehatan Nasional tersebut. Sebab, defisit BPJS Kesehatan untuk 2018 saja mencapai Rp28,5 triliun.

"Estimasi kita pada current running seperti ini Rp28,5 triliun, ini carried dari tahun lalu Rp9,1 triliun plus yang ada tahun ini kan Rp19 triliun. Kebutuhan (kenaikan iuran) memang cukup mendesak, agar sustain kan," tutur Kemal di gedung Parlemen, Jakarta, Rabu 21 Agustus 2019.

Meski begitu, dia belum bisa mengungkapkan besaran kenaikan iuran yang dibutuhkan BPJS Kesehatan supaya bisa bertahan dari tekanan defisit itu. Kata Kemal, besaran kenaikan iuran tersebut saat ini masih diolah oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN.

"Kami mendapat informasi dari publik juga bahwa saat ini, DJSN sedang mengusulkan kepada Presiden. BPJS tidak dalam posisi mengenai sepakat enggak sepakat. Mungkin, sebaiknya kepada DJSN aja supaya lebih akurat," ungkapnya.

Untuk menangani defisit tersebut, selain mengharapkan kenaikan iuran, Kemal mengatakan, BPJS Kesehatan masih mengharapkan supaya masyarakat yang saat ini terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional sebanyak 223 juta orang, bisa dengan disiplin memenuhi kewajiban iurannya setiap bulan, meski tidak dalam kondisi sakit.

"Saat ini, sekitar 15 juta (orang) yang nunggak. Saat ini, Perpres Nomor 82 tahun 2018, sudah mengatakan kalau Anda menunggak, maka tunggakan 24 bulan maksimal harus dibayarkan, supaya kepesertaan Anda aktif," tuturnya. (asp)