Rusuh di Manokwari Papua, Apa Kata Jubir PA 212 Hingga Jokowi
- VIVAnews/Banjir Ambarita
VIVA – Perlakuan rasisme terhadap rakyat Papua di Jawa Timur berbuntut panjang. Gejolak terjadi di bumi Cendrawasih sepanjang Senin, 19 Agustus 2019. Ribuan orang yang terdiri dari warga dan mahasiswa turun ke jalan menuntut agar rasa kenyamanan terhadap masyarakat Papua terjamin di seluruh Tanah Air. Padahal, #KitaSemuaBersaudara.
Ketersinggungan mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur, karena ungkapan 'Monyet' dalam penangkapan beberapa waktu lalu, memang menjadi pemicu kerusuhan di Papua.
Kerusuhan membuat aktivitas di Kota Jayapura, Sorong dan Manokwari lumpuh total. Aksi blokir jalan terjadi, dan dampak terburuk, perekonomian berhenti. Toko-toko memilih tutup. Aksi perusakan dan pembakaran tidak dapat dihindari. Massa marah karena perlakukan tidak etis itu.
Presiden Jokowi menyampaikan pernyataan untuk menyikapi kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat. Jokowi memahami ada hal yang tidak mengenakkan dialami masyarakat Papua. Tapi begitu, saat ini yang paling baik adalah saling memaafkan sebagai saudara sebangsa dan setanah air.
"Saudara-saudaraku, pace mace di Papua Barat, saya tahu ada ketersinggungan. Oleh sebab itu, sebagai saudara, sebangsa dan setanah air, yang paling baik adalah saling memaafkan," kata Jokowi di Istana Negara.
Jokowi meyakinkan bahwa pemerintah akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat.
Selain Presiden, sejumlah tokoh angkat bicara. Mereka berharap masyarakat Papua dapat menahan diri dan menyerahkan masalah ini kepada hukum. Perusakan dan kekerasan hanya akan menghambat pembangunan di Papua.
Masyarakat Papua mendengarkan arahan agar tidak melakukan tindakan anarkistis.
Berikut sejumlah rangkuman pernyataan para tokoh dan narasumber lain terkait dengan gejolak di Papua.
Wakil Presiden Jusuf Kalla
Wapres Jusuf Kalla merasa prihatin dengan kerusuhan yang terjadi di Papua. Kerusuhan ini merupakan buntut dari kejadian rasisme terhadap mahasiswa Papua yang terjadi di Jawa Timur. Pengepungan asrama Papua itu perlu dijelaskan secara terbuka.
Masyarakat Papua juga menurutnya membutuhkan klarifikasi dan permintaan maaf. Mereka yang memprovokasi adanya pengepungan itu harus dicari. Hal itu perlu dilakukan guna mengklarifikasi rentetan kejadian yang menyebabkan semua ini terjadi.
"Semua terbuka lah, apa sebabnya, apakah benar ada yang bicara ada yang membuang bendera Merah Putih di selokan, apa benar itu. Ini juga harus semua terbuka. Ya (harus dicari)," katanya.
Gubernur Papua, Lukas Enembe
Masyarakat Papua memang merasa terusik dengan kejadian di Jawa Timur. Hingga kini, upaya untuk meredam kerusuhan terus dilakukan. Situasi di Papua sudah aman terkendali. Masyarakat memang merasa marah dengan perlakuan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur. Kemarahan ini memancing aksi pembakaran di kantor DPRD Papua Barat.
"Tidak boleh memancing situasi Papua, kami aman. Kalau mau perang di Nduga sana. jangan memancing situasi dan menimbulkan amarah. Rasisme sangat tidak pantas ada di bumi Pancasila," katanya.
Wakil Gubernur Papua Barat, Mohammad Lakatoni
Kondisi di Manokwari berangsur kondusif, pasca aksi unjuk rasa yang berujung anarkis. Tidak sedikit memang fasilitas publik yang rusak. Dia meminta kepada aparat keamanan segera terus melakukan komunikasi dengan masyarakat. Pemulihan kondisi keamanan penting dilakukan meski massa masih bisa dikendalikan.
Komunikasi telah dilakukan dengan tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan organisasi mahasiswa yang ada di Papua Barat. Komunikasi dilakukan agar situasi dapat dikendalikan seutuhnya.
"Kami bisa kendalikan masa. Bersama kami rangkul mengendalikan situasi. Agar situasi segera normal," katanya.
Menko Polhukam Wiranto
Wiranto menginstruksikan untuk melakukan pengusutan atas siapa saja yang dianggap melakukan pelanggaran hukum. Harus diusut siapa saja yang memanfaatkan insiden itu untuk kepentingan negatif. Dia berharap masyarakat Papua tidak terpancing dengan provokasi-provokasi. Saat ini situasi di Papua sudah kondusif.
"Mudah-mudahan berita ini dapat diterima masyarakat, sehingga kembali tetap tenang melakukan tugas masing-masing dan doakan ini bisa segera selesai. Dalam waktu singkat bisa kembali fokus," kata Wiranto.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini
Risma menyesalkan terjadinya rusuh dan aksi pembakaran di Papua. Ia menolak bila kerusuhan di Papua dipicu oleh pengusiran mahasiswa Papua di Surabaya beberapa hari lalu. "Kalau ada anak Papua diusir di Surabaya itu tidak betul," tegas Risma.
Risma menjelaskan memang sempat terjadi peristiwa penurunan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua di Surabaya saat perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus kemarin. "Kemudian ada organisasi masyarakat yang meminta kepolisian untuk melakukan tindakan itu. Jadi tidak benar kalau ada pengusiran," jelasnya.
Ketua DPRD Papua Barat Pieter Konjol
Pieter mengakui, dia sudah mendapatkan informasi tentang kejadian di Jawa Timur sejak 15 Agustus 2019. Menurutnya, perlakuan masyarakat dan aparat hukum terhadap mahasiswa Papua di sana harus menjadi pelajaran bersama.
"Kami sudah koordinasi dengan gubernur. Kami percaya Pemprov Jatim untuk penyelesaian di sana, terutama mahasiswa," katanya.
Piter mengimbau kepada seluruh warga Papua dapat menahan diri dan tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Papua adalah bagian dari NKRI, dan segala permasalahan diharapkan diselesaikan dengan baik.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Kerusuhan yang terjadi di Papua sebetulnya diawali peristiwa kecil di Jawa Timur. Namun, ada pihak-pihak yang mengembangkan untuk kepentingan tertentu sehingga menimbulkan kemarahan warga Papua.
"Kemudian ada kesalahpahaman, kemudian mungkin ada kata-kata yang kurang nyaman, sehingga saudara-saudara kita yang ada di Papua merasa terusik dengan kata-kata itu. Dan ada pihak-pihak yang mengembangkan informasi-informasi itu untuk kepentingan mereka sendiri," kata Tito.
Ada juga hoaks gambar seolah-olah ada mahasiswa dari Papua yang meninggal, padahal tidak benar. Informasi tidak benar itu berkembang, ada yang mengembangkan. Kemudian terjadi mobilisasi massa di Papua.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengaku langsung menelepon Gubernur Papua Lukas Enembe begitu kerusuhan pecah di Papua dan Papua Barat. Dia meminta seluruh masyarakat, baik warga Papua maupun Jawa Timur, agar membedakan antara perbuatan personal dengan komitmen Jatim yang ingin menjaga kedamaian dan persatuan.
"Ketika kemudian terviralkan sesuatu yang menjadi sensitif dengan sebutan tertentu, kami tadi, saya, bertelepon dengan Pak Gubernur Lukas Enembe, kami mohon maaf karena itu sama sekali bukan mewakili masyarakat Jawa Timur," kata Khofifah saat mendampingi Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian di RS Bhayangkara Surabaya.
Karo Penmas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo
Polisi kini tengah memburu akun media sosial yang menyebarkan berita bohong atau hoaks yang diduga menjadi penyebab kerusuhan di Manokwari, Papua Barat. Akun tersebut sudah diidentifikasi oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri.
Akun tersebut, menyebarkan video dengan narasi yang memprovokasi seperti ada masyarakat Papua yang meninggal dalam kejadian di Surabaya dan Malang. Polisi fokus kepada akun penyebar video tersebut.
"Tentunya akan kita dalami lagi. Kan alat buktinya dari video itu. Video didalami dulu siapa orang dan oknum yang terlibat menyampaikan diksi dan narasi," katanya.
Menristekdikti Mohamad Nasir.
Dia berpesan kepada mahasiswa dan masyarakat Papua untuk bisa menjaga kondusivitas. mengajak agar seluruh pihak kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Khususnya kepada mahasiswa di Papua. Aksi demo jelas berpotensi mengakibatkan sistem pembelajaran terganggu. Dia meminta agar mahasiswa tidak tersulut emosinya karena provokator.
"Jadi kita jaga seperti yang di Manokwari, mari kembali ke kampus untuk melakukan pendidikan yang baik. Jangan sampai terjadi demo menutup kampus yang mengakibatkan tidak kondusif," katanya.
Wali Kota Malang Sutiaji
Sutiaji membantah pernyataan Wakil Wali Kota Sofyan Edi yang bakal memulangkan mahasiswa Papua yang menempuh pendidikan di Kota Malang. Dia secara tegas, memastikan bahwa wakilnya itu tak pernah mengeluarkan pernyataan seperti yang beredar saat ini.
"Kita tidak pernah membuat kebijakan tentang pemulangan mahasiswa asal Papua. Jangan kan dia sesama warga Indonesia, warga seluruh dunia saja boleh menempuh pendidikan di Malang," kata Sutiaji.
Sebelumnya, pernyataan Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edi, yang bakal memulangkan mahasiswa Papua ke daerah asal dianggap menjadi salah satu pemicu kerusuhan.
Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya
Lenis Kagoya meminta masyarakat Papua menahan diri dan tidak melakukan kekerasan apalagi perusakan terhadap fasiltas umum yang ada di Papua. Masalah tuduhan rasisme yang terjadi di Jawa Timur biar saja diselesaikan oleh hukum.
Persoalan di Papua dan pemicunya telah disampaikan kepada Presiden Jokowi. Nantinya, akan ada perwakilan dari Pemerintah yang diutus untuk menyelesaikan masalah ini. Kagoya akan menjadi penengah untuk mengatasi masalah ini.
"Saya sudah sampaikan atas nama kepalaku suku, kita tunggu tanggapan Presiden Jokowi. Dalam waktu dekat pasti akan pertemuan untuk mendinginkan suasana," katanya.
Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya, Piter Frans Rumaseb
Sebanyak lebih dari seribu warga Papua tinggal di Surabaya, baik yang tengah menimba ilmu maupun bekerja. Kondisi warga Papua di Kota Pahlawan dan di daerah lain di Jawa Timur dalam kondisi aman dan tidak ada masalah. Tidak benar ada pengusiran seperti kabar berkembang.
"Papa, Mama, kami aman-aman saja di Surabaya," tegasnya.
Piter meminta aparat keamanan mengungkap kasus perusakan bendera merah putih yang jadi pemicu datangnya massa dari beberapa elemen masyarakat ke Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan.
Juru Bicara Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin
Pemerintah harus bertindak tegas atas kerusuhan di Papua. Tindakan merusak fasilitas umum jelas tidak dibenarkan oleh hukum. Aparat keamanan harus
mengantisipasi gejolak yang makin besar. Jangan sampai ada yang memanfaatkan situasi di Papua untuk deklarasi memisahkan diri dari NKRI.