Rusuh Papua, Kasus Surabaya Harus Ditangani Amnesty Internasional
- Istimewa
VIVA – Ribuan mahasiswa di Manokwari, Papua Barat, masih menggelar unjuk rasa menolak perlakuan rasisme dan kekerasan terhadap teman-teman mereka yang ada di Jawa Timur beberapa waktu lalu. Dalam aksi unjuk rasa ini yang memicu kerusuhan di Manokwari ini, terdengar jelas tuntutan referendum dari mahasiswa.
Selain itu, mahasiswa juga ingin seluruh pemangku kepentingan di Jawa Timur bertanggung jawab atas perlakuan tidak baik terhadap rekan mereka di Surabaya dan Malang beberapa waktu lalu. Karena itu, mereka ingin masalah ini diselesaikan oleh Amnesty Internasional.
"Apa yang terjadi saat ini solusinya hanya satu, Papua harus referendum. Kami cari kebenaran, rasisme di bumi merah putih harus dihapuskan. Masalah ini harus dibawa ke Amnesty Internasional, harus dibawa ke ranah Amnesty Internasional," kata mahasiswa lagi.
Dalam orasinya, mahasiswa menyatakan perlakuan rasisme yang dialami oleh rekan-rekan mereka jelas sangat menyakitkan. Apalagi untuk masyarakat Papua. Karena itu, kebenaran harus diwujudkan, dan rasa kenyamanan terhadap masyarakat Papua harus terjamin di seluruh wilayah Tanah Air.
Sementara itu, Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya, meminta masyarakat di Papua menahan diri dan tidak melakukan kekerasan apalagi perusakan terhadap fasilitas-fasilitas umum yang ada di Papua. Bila ini terjadi, maka kerugian tetap akan dialami oleh masyarakat Papua sendiri.
"Jangan ada kekerasan, jangan membakar fasilitas umum, karena itu sama saja kita bakar rumah kita sendiri," katanya.
Lenis Kogoya meminta juga kepada mahasiswa menyerahkan masalah ini kepada hukum. Juga kepada mahasiswa di Jawa dan Bali, untuk tetap tenang dan tidak terpancing dengan isu-isu yang tidak jelas.
"Biar hukum tangani masalah ini, adik-adik mahasiswa yang ada di Jawa dan Bali, harus terus menyertakan doa dalam setiap perjuangan. Mari kita bangun Papua, tidak ada perbedaan Jawa dan Papua," katanya.