Emil Salim Minta DPR Buka Kesempatan Publik Persoalkan Pindah Ibukota

Presiden Joko Widodo dengan baju adat suku Sasak NTB di Sidang Bersama DPD-DPR
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Pakar ekonomi Emil Salim mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo yang akan memindahkan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan. Presiden Jokowi sudah meminta kepada ratusan anggota DPR/MPR RI di gedung parlemen dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2019.

"Presiden Jokowi minta izin DPR pindah ibukota negara. Sebaiknya DPR buka kesempatan bagi publik umum persoalkan: Apa urgensi dengan biaya Rp466 triliun? Bagaimana nasib gedung-gedung DPR, Mahkamah Agung, Gedung Pancasila, Bank Indonesia, dan lain-lain," kata Emil Salim dalam akun Twitternya yang dikutip Vivanews, Minggu 18 Agustus 2019.

Mantan Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Indonesia era-Presiden Soeharto itu juga meyakini, pemindahan ibukota ke Kalimantan akan memperbesar biaya ekonomi karena harus bolak-balik Kalimantan-Jakarta untuk mengurus perizinan pembangunan bisnis baru.

"Bila urusan bisnis-keuangan tetap di Jakarta dan dipisahkan dari urusan pemerintah yang dipindah ke Kalimantan, bukankah biaya bangun bisnis itu semakin mahal ketika perlu wara-wiri mengurus izin-izin Depdagri, Dephub, Dephukum, di Kalimantan?" ujarnya.

Menanggapi hal itu, Ahli Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menyatakan, pemindahan ibukota Jakarta ke Kalimantan harus dilihat secara utuh. Menurut Yayat, pemindahan Ibukota Jakarta ke Kalimantan ditujukan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan di Indonesia.

"Kondisi Jakarta ini tidak bisa dipungkiri saat ini sudah kritis. Kemacetan, biaya kontrak rumah yang semakin mahal, ongkos transportasi yang mahal, belum lagi masalah lingkungan, air, dan lain sebagainya. Jadi memang Ibukota itu harus pindah demi pemerataan pembangunan," kata Yayat Supriatna kepada VIVAnews.

Terkait dengan kekhawatiran Emil Salim yang menyatakan jika Ibukota negara pindah ke Kalimantan akan berdampak pada tingginya biaya pengurusan izin untuk membangun usaha baru, Yayat menegaskan, persoalan perizinan membangun usaha atau bisnis baru merupakan tantangan bagi seluruh stakeholder di Indonesia. Terlebih lagi, lanjut Yayat, di era digital saat ini, seharusnya masalah perizinan sudah tidak lagi jadi kekhawatiran industri bisnis untuk membangun usaha baru.

"Jadi itu memang tantangan untuk kita semua, tantangan juga untuk pemerintah. Sekarang itu jamannya fintech, proses perizinan harus bisa dilakukan tanpa orang bolak-balik ke Kalimantan-Jakarta. Itu tantangannya memang. Kalau bicara soal biaya tinggi, kalau Ibukota tidak pindah ke luar Jakarta juga pemerintah akan mengalami kerugian yang besar juga, mengingat permasalahan di Jakarta itu juga sudah banyak sekali," kata Yayat.