Asal Mula Nama Indonesia

Warga Dayak Meratus berjalan menuju desa dengan membawa bendera Merah Putih dalam rangka memeriahkan HUT ke-74 Kemerdekaan RI di Desa Kiyu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Sabtu (17/8/2019).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Bayu Pratama S

VIVA – Setiap perayaan hari ulang tahun Republik Indonesia pada 17 Agustus, bendera merah putih sebagai simbol negara berkibar di mana-mana. Berbagai diskusi maupun talkshow tentang sejarah nasional kembali mendapat perhatian besar masyarakat.

Tidak saja mengulas kembali bagaimana negeri ini meraih kemerdekaannya, namun juga bagaimana negara kepulauan dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote ini bernama Indonesia.

Sejumlah literatur sejarah telah memuat asal-mula penamaaan Indonesia ini. Salah satunya karya dari Harry Kawilarang, pemerhati sejarah yang menulis “Mengindonesiakan Indonesia”, yaitu serial buku yang terdiri dari 12 volume yang mengulas berbagai perjuangan mewujudkan kemerdekaan Indonesia selama 1900-1958.

Dalam volume pertama dari serial itu, Harry turut menyoroti perihal “Bermulanya istilah Indonesia sebagai Sebuah Bangsa.” Bab di buku ini menunjukkan bahwa penamaan negara Indonesia ini ternyata memiliki sejarah yang panjang, jauh sebelum Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 dan jauh pula sebelum para pemuda dari berbagai suku dan pulau mengikrarkan “Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa, yaitu Indonesia”  dalam bentuk “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928.

Dalam buku itu memang ditulis bahwa nama Indonesia pertama kali muncul dari tulisan seorang ahli etnologi asal Inggris, George Samuel Windsor Earl, dan ilmuwan Skotlandia  James Richardson Logan, dalam artikel mereka di suatu jurnal ilmiah pada 1850.

Namun, munculnya nama Indonesia itu juga berasal dari penelaahan yang panjang dan, tentu saja, kata Indonesia tidak bisa menjadi nama negara bila tidak dipopulerkan oleh kaum intelektual muda maupun mahasiswa asal Indonesia itu sendiri yang akhirnya dikenal sebagai tokoh-tokoh pendiri bangsa.

Beragam Nama

Dalam bukunya, Harry menuturkan bahwa, jauh sebelum bangsa-bangsa Barat masuk, gugusan nusantara dikenal dengan beragam nama. Dalam literatur kuno, orang China menyebutnya Nan-hai, yang berarti kepulauan laut selatan. Lalu catatan kuno bangsa India menamai Dwipantara atau Kepulauan Tanah Seberang, sedangkan bangsa Arab menyebutnya Jaza’ir al-Jauri atau Kepulauan Jawa.

Lalu saat koloni Eropa masuk, nama kepualauan ini pun lain lagi, yaitu Kepulauan Hindia atau Hindia Timur. Ini tak lepas dari anggapan bangsa-bangsa Barat saat itu, bahwa Asia hanya terdiri dari Bangsa Arab, Persia, India dan Cina. Bagi orang-orang Eropa ketika itu, wilayah yang terbentang luas dari Persia (Iran) hingga Cina (Tiongkok) dinamai Hindia. Maka karena berada di wilayah timur, maka wilayah ini dinamai Hindia Timur (East Indies).  

Ada pula yang menyebutnya Kepulauan Melayu. Lalu, saat Belanda menjajah kepulauan ini, namanya lebih dikenal dengan sebutan Hindia Belanda. Ketika pasukan pendudukan Jepang berkuasa selama 1942-1945, nama yang dipakai adalah To-Indo.

Semasa pendudukan Belanda, sejumlah kalangan pun mencarikan nama yang lebih tepat ketimbang Hindia Belanda. Eduard Douwes Dekker (1820-1887), pria asal Belanda yang dikenal dengan nama Multatuli dan terkenal dengan novel satir berjudul Max Havelaar, yang mengecam kesewenang-wenangan pemerintahannya atas rakyat pribumi di Hindia Belanda, sempat mengusulkan nama baru.

Bagi Multatuli, wilayah kepulauan ini lebih tepat dinamai Insulinde. Artinya, Kepulauan Hindia. Namun, nama ini kurang populer.

Cucu adik Multatuli itu yang justru membuat momentum baru beberapa puluh tahun kemudian. Dia adalah Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, pria keturunan Belanda namun lahir di Pasuruan pada 1879 dan wafat di Bandung pada 1950, yang lebih dikenal dengan nama Danudirja Setiabudi.

Ki Hadjar Dewantara, Ernest Douwes Dekker, dan Tjipto Mangoenkoesoemo (Tiga Serangkai) tahun 1914 saat diasingkan di Negeri Belanda (Sumber: Pranata (1959) Ki Hadjar Dewantara : Perintis perdjuangan kemerdekaan Indonesia, Daerah Khusus Ibukota Jakarta: Balai Pustaka, p. 40) 

Wartawan dan aktivis politik itu belakangan dikenal pula sebagai pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional. Setiabudi dikenal sebagai Tiga Serangkai - yang bersama Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hadjar Dewantara mendirikan Indische Partij (Partai Hindia). Itu adalah partai politik pertama di Hindia Belanda, yang didirikan pada 25 Desember 1912.

Dalam bukunya, Harry mengungkapkan bahwa pada tahun 1920-an Setiabudi mempopulerkan nama untuk Tanah Air kita, yang tidak mengandung unsur kata “India” atau Hindia, yaitu Nusantara. Ini adalah istilah yang telah lama ada, namun tenggelam berabad-abad lamanya.

Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton. Itu naskah kuno zaman Kerajaan Majapahit yang ditemukan di Bali pada abad ke-19, lalu diterjemahkan oleh JLA Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada 1920.  Sejak digaungkan kembai oleh Setiabudi itu lah nama nusantara terus menggema hingga kini selain Indonesia untuk menyebut negeri ini.

Lalu bagaimana nama Indonesia itu muncul?