Cara Membedakan Sakit Kepala Migrain atau karena COVID-19

Ilustrasi stres/sakit kepala/pusing.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Migrain merupakan kondisi pada saat seseorang merasakan sakit kepala yang terasa berdenyut dan biasanya terjadi pada satu sisi kepala saja. Kondisi ini tentu membuat para penderita merasakan ketidaknyamanan. 

Namun di tengah pandemi Corona seperti saat ini, sakit migrain tentu membuat tidak sedikit orang panik terlebih bagi mereka yang memang baru pertama kali mengalami hal tersebut. Tidak sedikit masyarakat yang panik dan mengaitkan sakit kepala yang sebenarnya migrain dengan gejala COVID-19. Lalu apa bedanya sakit kepala migrain dengan sakit kepala COVID-19?

Menurut President and Managing Director of Chicago's Diamond Headache Clinic, Dr. Merle Diamond, sakit kepala karena COVID-19 jauh berbeda dari migrain. Sakit kepala karena COVID-19 biasanya akan dibarengi dengan gejala demam, batuk terus menerus. 

"Namun, sakit kepala COVID-19 digambarkan sebagai sensasi yang sangat berat, meremas dan biasanya memburuk dengan batuk dan demam," katanya seperti dikutip dari laman CNN.com. 

Dia menjelaskan, sensasi itu terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi sebagai respons terhadap virus, yang melepaskan bahan kimia yang disebut sitokin.  Sitokin menghasilkan peradangan, yang dirasakan sebagai rasa sakit oleh korteks serebral otak.

Sedangkan sakit kepala karena migrain kata Diamond, disertai dengan rasa sakit berdenyut yang sedang hingga berat, dan dapat disertai dengan sensitif terhadap cahaya dan suara serta muntah.

"Cara terbaik untuk menggambarkan migrain adalah sakit kepala yang sakit. Bagi banyak pasien bagian sakit dari sakit kepala mereka mungkin bertahan delapan jam, 12 jam, 14 jam tapi setelahnya sakit kepala itu hilang, mereka mengalami kekeruhan kognitif," kata Diamond.

Selain itu, sakit kepala migrain juga membuat penderitanya lesu, mudah tersinggung, memiliki sensitivitas cahaya atau mual, dan beberapa sakit migrain dapat berlangsung beberapa hari. 

Migrain, sakit kepala karena tegang dan sakit kepala klaster adalah bentuk paling umum, dari sakit kepala. Dua jenis sakit kepala yang parah dan berbahaya disebabkan oleh meningitis, di mana selaput yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang menjadi bengkak atau meradang, dan ensefalitis, peradangan otak yang disebabkan oleh infeksi virus, dengan kekakuan leher dan demam.

Dalam COVID-19, kasus sakit kepala yang paling parah dan berbahaya tampaknya pada orang yang sangat sakit dengan COVID-19, kata Direktur Low-Pressure Headache Program at di Icahn School of Medicine di Mount Sinai, New York, Dr Rachel Colman. 

"Ada beberapa gangguan sakit kepala yang sangat buruk dengan COVID-19. Masih terlalu dini untuk mengetahui secara pasti, tetapi sepertinya pasien merasakan paru-paru yang sangat sakit dan benar-benar berjuang di ICU cenderung menjadi orang yang mendapatkan komplikasi neurologis kompleks yang lebih serius," kata Colman.

 

Apa yang perlu dilakukan?

Siapa pun yang menderita sakit kepala atau migrain yang konstan harus menghubungi spesialis saraf untuk mendapatkan bantuan, kata para ahli.  Atau bisa berkonsultasi melalui telemedicine, untuk berkonsultasi. 

Colman menjelaskan dirinya akan mencari sebab mengapa sakit kepala migrain terjadi hingga ke akarnya kepada para pasiennya yang berkonsultasi melalui telemedicine. Dirinya akan menanyakan mulai dari pola tidur. 

Atau menanyakan apakah para pasiennya  tidak meninggalkan pekerjaan di tempat kerja, atau akan menanyakan para pasiennya apakah mereka tidak berolahraga lagi? 

Atau menanyakan apakah sang pasien dalam kondisi tertekan akibat kekhawatiran tentang kewajiban keuangan dan pribadi serta keluarga.

"Jadi saya mencoba mencari akar penyebab mengapa memburuknya adalah mencoba dan mengatasinya," kata Colman. 

Selain itu, Diamond juga memberikan tips mencegah terjadinya sakit kepala migrain mulai dari rutin mengkonsumsi air mineral, rajin untuk melakukan peregangan setidaknya satu jam sekali. Dia juga menyarankan untuk melakukan latihan meditasi dan relaksasi seperti biofeedback yang dapat membantu.

"Saya pikir itu sangat membantu dan tidak membutuhkan banyak waktu. Anda dapat melakukannya dalam lima hingga 10 menit dan itu bisa diulangi yang kita lakukan," kata Diamond.  

Selain itu, dia juga mengingatkan para penderita migrain untuk tidak melewatkan makan, serta memberikan nasihat untuk tidak bekerja terlalu keras. 

Baca juga: Anies Sujud Syukur karena Menang Gugatan Reklamasi di MA