Massa Berikat Kepala Merah Rusak Musala, Sudah 8 Orang Jadi Tersangka
- istimewa
VIVA – Polisi kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus perusakan Musala Al Hidayah oleh orang-orang dengan ikat kepala merah di Perum Agape, Kelurahan Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, Rabu malam, 29 Januari 2020.
Setelah menetapkan tiga tersangka, dan kembali menetapkan dua tersangka pada Senin kemarin, hari ini polisi kembali menetapkan tiga orang sebagai tersangka baru. Total sudah delapan orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perusakan tempat ibadah itu.
"Sudah ada perkembangan. Penyidik Polres Minahasa Utara dan Polda Sulut telah mengamankan total delapan tersangka," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 4 Februari 2020.
Tiga tersangka tambahan adalah CCT (26), SR (35), dan CMT (44). Delapan tersangka tersebut dijerat Pasal 170 subsider Pasal 406 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP. Saat ini seluruh tersangka masih menjalani pemeriksaan di Polda Sulawesi Utara.
"Semua tersangka masih dalam pemeriksaan di Polda," katanya.
Meski sempat ramai didatangi masyarakat karena karena aksi perusakan tersebut, saat ini situasi di Minahasa Utara sudah dalam situasi kondusif.
Sebelumnya, video viral yang memperlihatkan perusakan terhadap musala yang berada di Perum Agape, Kelurahan Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, beredar luas di media sosial. Aksi perusakan tempat ibadah umat Muslim ini terjadi pada Rabu malam, 29 Januari 2020.
Saat aksi perusakan dilakukan, terpasang spanduk besar di depan musala. Isi spanduk adalah penolakan terhadap tempat ibadah umat Muslim di lokasi itu. Dalam video berdurasi 1,33 menit itu terlihat sejumlah orang yang mengenakan ikat kepala merah masuk ke dalam musala dan melakukan perusak barang-barang yang ada di dalamnya.
Meski sudah coba ditenangkan, aksi perusakan terus dilakukan oleh orang-orang yang mengenakan ikat kepala merah itu. Ada dari mereka yang mengacungkan senjata tajam sambil melakukan perusakan.
Saat aksi ini terjadi, jemaah yang akan melaksanakan salat akhirnya keluar musalah. Ada juga yang baru datang, tapi buru-buru pulang karena melihat aksi ini. Video ini sudah terlanjur menyebar luas di media sosial dan banjir kecaman.
Baca juga: FPI Desak Polisi Tangkap Massa Berikat Kepala Merah Perusak Musala
Ketua MUI Provinsi Gorontalo Abdurrahman Abubakar Bahmid, menanggapi aksi perusakan musala ini.
Dia mengatakan, sangat menyayangkan aksi massa tersebut.
Karena itu, dia meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus perusakan ini. Perusakan tempat ibadah merupakan masalah serius yang akan memprovokasi umat dan bisa memicu kerusuhan SARA.
“Usut tuntas, tangkap dan hukum pelaku serta aktor intelektual aksi ini," katanya.
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid, menilai kasus perusakan dan pelarangan rumah ibadah bukan hanya kali ini terjadi. Mulai dari pembakaran masjid di Tolikara Papua, pembakaran gereja di Singkil Aceh, pelarangan pendirian gereja di Yogyakarta dan Semarang, pelarangan pendirian Pura di Bekasi, hingga berlarut-larutnya kasus gereja GKI Yasmin di Bogor, Jawa Barat. Keadaan ini memperlihatkan bahwa negara dalam status darurat toleransi.
"Eksklusifisme beragama yang menguat, kurangnya dialog antar pemeluk agama, hingga peraturan negara yang mengekang kebebasan berpendapat menjadi beberapa faktor yang melatari terjadinya berbagai kasus intoleransi berbasis agama. Hal ini tentu disayangkan mengingat negara Indonesia mempunyai konstitusi yang menjunjung tinggi kebebasan beribadah dan beragama," ujar Alissa.