KPK Akan Jemput Paksa Mantan Sekretaris MA Nurhadi
- vstory
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi untuk segera menyerahkan diri. KPK meminta Nurhadi bersifat kooperatif karena tim antirasuah sudah menyiapkan rencana untuk menjemput paksa dirinya.
"Mudah-mudahan dengan kami sampaikan ini para tersangka tetap kooperatif, bisa untuk menyerahkan diri atau bisa datang ke Gedung KPK sebelum nanti kami dari penyidik akan melakukan tindakan tersebut karena secara administratif (Jemput paksa) sudah kami siapkan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi awak media, Selasa, 4 Februari 2020 dilansir dari VIVAnews.
Ali mengatakan, penjemputan paksa terhadap Nurhadi dimungkinkan karena Nurhadi sudah tiga kali tak penuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka.
Ke depannya, kata Ali, pihaknya tak akan lagi mengirim surat panggilan ke Nurhadi, namun akan langsung ditindak.
"Tidak bisa kami sampaikan kapan waktunya ya karena tentu ini bagian dari penanganan perkara," kata Ali.
Dalam perkara ini, KPK telah menjerat Nurhadi, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrakaya Terminal Hiendra Soenjoto sebagai tersangka. Nurhadi melalui Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp46 miliar.
Praperadilan Nurhadi ditolak
Sebelumnya Pengadilan Negeri (PN) menolak gugatan pra peradilan mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi terhadap PK. Nurhadi melakukan praperadilan karena status tersangka terhadap dirinya.
"Mengadili dalam eksepsi menolak eksepsi pemohon sebelumnya dalam pokok perkara menolak permohonan pra peradilan para pemohon yaitu satu pemohon Rezky Herbiyono, pemohon kedua yaitu Nurhadi, pemohon ketiga Hiendra Soenjoto untuk seluruhnya," kata hakim tunggal Ahmad Jaini saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 21 Januari 2020, dilansir dari VIVAnews.
Hakim Ahmad Jaini menjelaskan penolakan itu berdasarkan pertimbangan apa yang di lakukan oleh KPK sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Menimbang berdasarkan bukti bukti di atas, surat perintah penyidikan atau sprindik, yaitu nomor 143 dan 144 telah sah secara hukum," ujarnya.