Kisah EH, Gadis Desa yang Dijual ke Irak, Diperkosa, Lalu Dipenjarakan
- Facebook Anis Hdayah
VIVA – Tak pernah terbayang sebelumnya oleh EH bahwa ia akan mengalami eksploitasi, perkosaan, kriminalisasi, bahkan sempat dipenjara di negeri yang selalu kita dengar dengan perang dan perang. Ya, buruh migran asal Tangerang Banten ini merasakan semuanya.
Seperti diceritakan aktivis HAM yang juga pendiri Migrant Care Anis Hidayah, kisah ini berawal pada Agustus 2018. Gadis lulusan Madrasah Tsanawiyah, setara SMP, ini tak berdaya dengan utang Rp1 juta yang membelitnya. Utang kepada Hayati inilah yang harus dibayar mahal.
EH tak pernah punya kuasa atas rayuan Hayati, perekrut TKI ilegal di desanya. EH diiming-imingi utang lunas, dan uang yang banyak. Syaratnya harus mau bekerja di Arab Saudi.
Tentu saja, EH mengiyakan. Dia bahkan langsung diberi uang cash Rp5 juta, satu juta dipotong utang. Sisanya, Rp4 juta dikasih ke keluarganya. Hayati juga mengantar EH membuat paspor. Kepada Imigrasi, EH diminta bohong. Membuat paspor untuk wisata.
Petaka dimulai. Sepekan sebelum Lebaran 2018, Halim atau Erlangga, teman Hayati, mengantar EH ke Surabaya. Lalu dijemput oleh Hasan. EH tinggal di rumah Hasan selama 12 hari. "Di situ EH jarang mendapatkan makan yang layak dan tidak boleh keluar rumah," kata Anis.
***
EH lalu diterbangkan ke Turki dengan transit di Malaysia dan Dubai. Dari Turki EH diterbangkan lagi ke Suriah. Total perjalanan EH sejak meninggalkan rumah sampai ke Suriah 22 hari.
Di Suriah, EH diterima oleh satu perusahaan agency. Di situ ada staf berkewarganegaraan Indonesia. Namun, perempuan itu justru yang mengurungnya dan terus menerus memukuli EH. Di Suriah EH bekerja 3 bulan tanpa gaji.
EH lalu melarikan diri ke KBRI Damaskus. Namun nahas, staf KBRI justru mengirimnya kembali ke agen.
Agen lalu mengirim EH ke Irak. Ia diterima oleh agen tenaga kerja, lalu mempekerjakan selama sebulan hingga ada majikan yang mengambil. Lalu dua bulan bekerja. Lagi-lagi tanpa gaji. EH pun meminta agen untuk dipindahkan ke majikan baru.
Kemudian EH mendapat majikan baru dan bekerja selama 10 hari. Di majikan yang baru, ia bekerja sejak pukul 5.30 hingga 24.00. Selama bekerja di majikan tersebut, EH diperkosa oleh anak majikan sebanyak tiga kali.
EH lalu melaporkan peristiwa tersebut ke majikannya. Majikannya tidak percaya dan malah melakukan kekerasan fisik, EH dipukul dan ditendang badannya sampai memar. Majikannya juga memberikan uang sebesar US$100 untuk tutup mulut, tetapi EH menolak dan meminta untuk dipulangkan saja ke Indonesia. Majikan malah marah kepada EH dan mengatakan, "Enak saja pulang ke Indonesia, kamu itu sudah saya beli mahal," kata Anis, mengisahkan.
***
EH dikembalikan ke agensi dengan membawa tas yang telah disiapkan oleh majikannya dan dibekali US$100. EH lalu meninggalkan rumah majikan bersama teman sesama PRT asal Filipina.
PRT asal Filipina tersebut menghubungi kedutaan Filipina dan oleh kedutaan Filipina dihubungkan dengan LSM lokal di Irak yang bernama SEED Foundation. Kemudian EH dan temannya didampingi oleh SEED Foundation membuat laporan ke kepolisian.
Atas laporan tersebut, Majikan EH menuntut balik atas dasar tuduhan pencurian dan meminta EH mencabut tuntutannya. Kemudian EH dan temannya dipenjara karena ditemukan perhiasan milik majikannya di tas temannya yang berasal dari Filipina. "Tetapi tas tersebut masih di rumah majikannya," kata Anis.
Polisi lalu menangkap anak majikan, tetapi tidak di tahan karena membayar jaminan.
Seed Foundation memberikan dampingan hukum kepada EH dan mengajukan banding bahwa tuduhan pencurian itu lemah dan hakim sudah setuju EH keluar dari penjara, tetapi pengacara minta jaminan sponsor dan disetujui oleh hakim, sponsornya harus dari PNS Irak. Selain itu harus membayar 15 juta dinar.
***
Pertengahan Februari, EH dipulangkan ke Indonesia dengan difasilitasi oleh Seed Foundation dan KBRI Irak. Migrant Care yang sudah lama mendampingi turut menjemput di bandara. "Ada keluarga, Kemlu, Kemsos, BNP2TKI, dan Mabes Polri," katanya.
EH lalu dilindungi dan dikonseling selama dua bulan di Rumah Aman Kemsos sembari BAP dari kepolisian.
Halim ditangkap oleh Mabes Polri pada 23 Maret. Kasusnya mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang sejak 8 Agustus 2019. Kemarin, Selasa 3 Desember, hakim yang menjatuhkan vonis pidana penjara 11 tahun, denda Rp200 juta subsider kurungan 3 bulan, dan membayar restitusi kepada korban Rp138 juta.