Diberondong 24 Tembakan, Puguh si Orang Utan Sumatera Buta Permanen

Paguh, orang utan yang mengalami kebutaan karena terkena 24 tembakan.
Sumber :
  • Putra Nasution

VIVA – Orang utan Sumatera yang menjadi korban penembakan oleh pemburu liar hingga 24 peluru senapan angin mengalami kebutaan permanen. Beberap waktu lalu, kera besar itu ditemukan di Desa Gampong Teungoh, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh.  

Menurut ?dokter hewan YEL-SOCP, drh Meuthya Sr, Orang utan yang diberi nama Paguh itu masih menjalani perawatan di Stasiun Karantina Orangutan Batu Mbelin di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.  

Meuthya merincikan, saat ditemukan ada 24 peluru yang bersarang di tubuh hewan dengan bahasa latin Pongo tersebut. Sebanyak 16 peluru di bagian kepala, empat peluru di bagian kaki dan tangan, tiga peluru di panggul dan satu peluru di perut.

"Tiga peluru dibagian kepala telah dikeluarkan. Perawatan intensif akan terus kami berikan kepada Paguh sampai kondisinya membaik," kata Meuthya kepada wartawan, Kamis 28 November 2019.

Tak hanya alami luka tembak, dari hasil pemeriksaan kesehatan bahwa kedua mata orang utan berkelamin jantan yang berusia 25 tahun itu mengalami kebutaan. Awalnya tim dokter berharap mata Paguh tidak rusak total atau paling tidak salah satu mata masih berfungsi.

"Sayang sekali dari hasil pemeriksaan kesehatan ditemukan bahwa kedua mata Paguh buta. Bola mata kanan tampak merah, sementara bola mata kiri keruh. Diduga karena cedera yang terjadi lebih dahulu dibanding bola mata kanan," katanya.

Sudah 20 Orang Utan Jadi Korban

?Supervisor Program Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan YELSOCP, drh Citrakasih Nente menambahkan, mereka bukan pertama kali menerima orang utan dengan puluhan peluru.

Bahkan ada yang sampai lebih dari seratus peluru di dalam tubuhnya. Penggunaan senapan angin untuk berburu satwa liar hingga saat masih terus terjadi. Hanya kurun waktu 10 tahun YEL-SOCP sudah menerima sekitar 20 orang utan yang menjadi korban penembakan dengan senapan angin.

"Dengan kejadian ini, perlu keseriusan dari pihak berwenang untuk menertibkan penggunaan senapan angin sesuai peraturan yang telah ada, untuk memastikan keadaan seperti Paguh dan Hope tidak terus berulang," katanya.

Seperti diketahui, pelaku penembakan orang utan berjenis kelamin betina bernama Hope, adalah dua remaja berusia 17 tahun dan 16 tahun. Tapi karena dinilai belum cukup umur, keduanya hanya diberi hukuman ringan.

Kedua bocah itu hanya dijatuhi sanksi sosial berupa wajib azan magrib dan shalat isya di masjid. Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan NGO yang melaporkan kasus ini ke Kepolisian mengaku kecewa dengan vonis ringan.

Putusan sanksi social bagi pelaku penembakan orang utan Hope ini diterbitkan oleh Kepolisian Daerah Aceh setelah berkonsultasi dengan Instansi terkait seperti Balai Pemasyarakatan Aceh Singkil dan Dinas Sosial yang dilaksanakan di Singkil pada Senin 29 Juli 2019 lalu.

Ketiga instansi ini sepakat memberikan diversi atau mengembalikan pelaku kepada orangtua untuk dilakukan pembinaan dan hanya dikenakan sanksi sosial.

Hope diselamatkan petugas BKSDA Aceh pada 10 Maret 2019, setelah mendapat laporan dari warga. Hope dan anaknya ditemukan tersangkut di batang pohon.

Setelah dievakuasi, tubuh Hope penuh luka akibat bacokan senjata tajam maupun luka peluru senapan angin.

Dari hasil pemeriksaan, menunjukan ada 74 butir peluru senapan angin yang bersarang di tubuh Hope. Ketika ditemukan mata kanannya sudah rusak parah, dan mata sebelah kirinya juga sudah rusak akibat tembakan senapan angin.

Sementara anaknya ditemukan dalam kondisi kekurangan nutrisi dan akhirnya mati. Kasus ini memicu keprihatinan dari masyarakat luas. Kemudian muncul petisi yang mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus ini serta menindak tegas pelakunya serta menertibkan penggunaan senapan angin di masyarakat.