Apel Hari Santri Nasional di Bangkalan Gunakan Bahasa Madura
- timesindonesia
Hari Santri Nasional (HSN) 2019 di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, diperingati secara istimewa. Menariknya, seluruh prosesi apel akbar HSN ke-4 ini, menggunakan bahasa Madura yang diterjemahkan dari bahasa Indonesia.
Dari perintah berbaris, laporan pembina apel, hingga sambutan Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron dan Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) KH Nasih Aschal menggunakan bahasa Madura.
Apel yang diikuti 3.000 santri putra dan putri dari 12 pondok pesantren itu berlangsung khidmat. Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Camat, ulama dan kiai yang turut hadir kompak mengenakan pakaian khas santri.
“Penggunaan bahasa Madura bertujuan melestarikan budaya, dan sebagai wujud kecintaan terhadap bahasa daerah," kata Bupati Bangkalan, R Abdul Latif Amin Imron, Selasa (22/10/2019).
Dalam catatan sejarah, kata politikus PPP ini, sebanyak 17 santri dari Madura ikut andil berjuang mengorbankan jiwa dan rangga untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Pengorbanan santri mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara di masa perjuangan patut mendapat penghargaan.
"Tugas santri saat ini, ikut serta mewarnai pembangunan nasional dan meneladani para santri terdahulu dengan cara menjaga keutuhan NKRI," ucapnya.
Ra Latif sapaan akrabnya mengungkapkan, dalam rangka menghormati HSN yang diperingati setiap 22 Oktober, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berdinas di lingkungan Pemkab Bangkalan diwajibkan mengenakan pakaian ala santri.
"Saya menginstruksikan ASN menggunakan pakaian khas santri selama tiga hari, sejak 21 Oktober-23 Oktober 2019," paparnya.
Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) Bangkalan RKH Nasih Aschal menambahkan, peringatan HSN tahun ini menunjukkan perkembangan yang positif dibandingkan tahun sebelumnya.
"Semoga momentum HSN, menjadi pemantik bagi santri untuk selalu berkarya dengan mengisi ruang-ruang kemerdekaan," tuturnya.
Anggota DPRD Jawa Timur itu menjelaskan, perkembangan zaman membuat tantangan santri hari ini semakin besar. Tidak ada kata lain, kecuali melahirkan karya-karya ilmiah maupun karya yang bersumber dari potensi diri sendiri agar bisa berkontribusi membangun Indonesia.
"Santri tidak hanya dituntut paham ilmu agama saja. Akan tetapi, juga harus mampu memanfaatkan kecanggihan teknologi," ucapnya usai Apel Akbar Hari Santri Nasional di Kabupaten Bangkalan. (*)