Pidato Pelantikan Presiden Jokowi: Tiga Hal Penting Ini Tidak Diangkat
- bbc
Joko Widodo dilantik menjadi presiden Indonesia untuk masa jabatan kedua, pada Minggu (20/10). Dalam pidatonya, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebutkan lima hal yang menjadi program kerja pemerintahannya hingga 2024 mendatang.
Kelima hal itu adalah perbaikan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, perbaikan regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi.
Direktur Eksekutif PSHK, Gita Putri Damayana menilai kelima program pemerintahan Jokowi ke depan lebih banyak memfasilitasi kepentingan investor. Padahal, kata Gita, bukan itu satu-satunya tujuan regulasi.
"Bukan regulasi tidak penting. Tapi pemahamannya Pak Jokowi hanya pembenahan, simplifikasi, kemudahan perizinan," katanya kepada BBC Indonesia, Minggu (20/10).
Gita mempertanyakan sejumlah persoalan hukum yang menjadi masalah nyata di masyarakat justru tak diangkat dalam pidato presiden Jokowi.
"Sama sekali tidak disebutkan oleh Presiden Jokowi mengenai agenda lingkungan, itu pertama. Kedua mengenai hak asasi manusia, ketiga pemberantasan korupsi. Tiga hal itu terlihat nyata sekali absen dari pidato beliau," tambah Gita.
Tiga persoalan yang tidak diangkat dalam pidato Presiden Jokowi ini umumnya memakan korban jiwa, yakni topik lingkungan pada kebakaran hutan dan lahan, isu HAM di Papua, serta aksi unjuk rasa 23 - 24 September lalu yang menentang revisi UU KPK.
Reformasi birokrasi bukan isu baru
Dalam pidato kenegaraan, Presiden Jokowi juga mengatakan bakal melakukan penyederhanaan jabatan ASN (aparatur sipil negara) di tingkat eselon.
Eselon yang ditempati ASN akan dipangkas menjadi dua level dan selebihnya diganti dari jabatan fungsional atau kalangan profesional.
"Saya minta untuk disederhanakan menjadi dua level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi," kata Jokowi.
Selain itu, Presiden Jokowi juga menegaskan bakal mencopot menteri, pejabat, dan birokrat yang main-main dalam menjalankan tugasnya.
"Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, pasti saya copot," katanya.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Lina Miftahul Jannah, menilai program penyederhanaan jabatan eselon ini bukan hal baru.
Sebab ini, telah diatur di dalam Undang Undang No. 5/2014 tentang ASN.
"Tapi sekali lagi, kalau itu dilaksanakan periode pertama, harusnya sudah selesai sekarang," kata Lina, Minggu, (20/10).
Lebih lanjut Lina mengamati pada periode sebelumnya sejumlah kementerian sudah melakukan penyederhanaan pejabat eselon.
Tapi persoalannya, kata dia, ada juga kementerian yang menambah pos kedeputian.
"Jadi buat saya ini sama saja, deputinya harusnya dikurangi, tapi kok sekarang diperbanyak. Enggak boleh bikin lembaga kayak gitu," kata Lina yang enggan menyebut nama kementerian-kementeriannya.
PR pemerintahan Jokowi terkait birokrasi, kata Lina, antara lain masalah politik. Biasanya, untuk menempati posisi eselon, sangat tergantung kekerabatan, dan suka atau tidak suka.
"Bagaimana menjamin kompetensi, kalau bicara masalah politik. Berani kah Pak Jokowi keras terhadap hal ini?" tutur Lina.