KPAI: Kebakaran Hutan Rebut Hak Hidup Anak, Siapa yang Disalahkan?
- Antara
VIVA – Kabut asap akibat kebakaran kebakaran hutan dan lahan yang melanda sebagian Sumatera dan Kalimantan telah membahayakan masyarakat. Banyak kelompok rentan, seperti ibu hamil, bayi, juga anak-anak mengalami situasi sesak napas, sakit tenggorakan, batuk berkepanjangan, demam, dan iritasi mata.
Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti mengatakan bahwa kabut asap tersebut telah merenggut banyak hak anak. Retno menegaskan karhutla itu telah merenggut hak anak untuk hidup.
"Hak yang dirampas dari anak itu hak anak untuk hidup. Karena anak bisa meninggal kalau situasi udara sudah buruk. Kualitas udara sampai 200 saja itu sudah sangat buruk kan sudah tidak sehat," kata Retno saat dihubungi VIVA, Selasa, 17 September 2019.
Baca juga: 7 Poin Hasil Revisi UU KPK yang Disahkan DPR
Ia memaparkan bahwa kualitas udara di berbagai wilayah seperti di Palangkaraya pernah mencapai 2.000. Artinya kualitas tersebut sangat berbahaya. Retno menyebut anak sebagai kelompok rentan bisa meninggal jika kondisi seperti ini dibiarkan terus menerus terjadi.
Ia melanjutkan, bahwa kondisi yang ada juga membuat anak kehilangan hak untuk bermain. Dengan kondisi kabut asap yang pekat anak mesti berdiam diri di dalam rumah lantaran kualitas udara di luar rumah sangat berbahaya
"Anak ini jadi harus di dalam rumah bagi anak-anak itu hak dia kalau rumahnya kecil dan itu-itu saja membuat mereka tidak nyaman. Jadi hak bermain juga tercabut," kata Retno.
Selanjutnya, ia juga memaprkan bahwa kondisi tersebut juga membuat anak kehilangan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan kabut asap yang terjadi berhari-hari banyak sekolah yang akhirnya meniadakan kegaitan belajar mengajar.
"Hak atas pendidikan juga terampas. Mereka harus diliburkan hiigga tidak tahu kapan asap tersebut akan mereka. Kondisi ini akhrnya akan membuat anak kehilangan banyak hak dasarnya.
"Kalau ini berlangsung dengan kualitas udara yang buruk anak paling rentan memang pemerintah harus menyiapkan proses evakuasi anak degan ibunya mereka tidak boleh dipisah anak dengan ibunya dan harus mencari tempat daerah penyangga," tutur Retno.