Asap Kebakaran Hutan dan Lahan, Indonesia-Malaysia Saling Tuduh
- bbc
Dalam sepekan terakhir Indonesia dan Malaysia saling tuduh soal asap kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di tengah desakan pegiat lingkungan agar kedua negara bekerja sama mengatasi masalah yang rutin muncul ini.
Pegiat lingkungan juga mendesak pemerintah Indonesia mempublikasikan daftar perusahaan yang lahannya terbakar. Namun hingga kini data korporasi itu urung dibuka dengan alasan "penyidikan yang belum tuntas".
Di Malaysia sendiri, sejumlah warga bercerita dampak asal yang mereka rasakan. Meenakshi Raman, warga Penang, Malaysia, di antaranya yang menyatakan makin khawatir pada asap karhutla yang menyelimuti langit kotanya.
Meenakshi, yang merupakan pimpinan lembaga pemerhati lingkungan Sahabat Alam Malaysia mengatakan cemas kabut asap bakal berdampak pada kesehatan anak-anaknya.
"Asap ini buruk, sudah berapa minggu seperti ini di Penang," ujar Meenakshi saat dihubungi dari Jakarta, Kamis 12 Sepetember 2019.
"Penglihatan kurang, kabur betul. Keluarga ada yang bilang mata pedih, perut iritasi, terutama mereka yang punya asma."
"Kami bimbang atas kesehatan anak-anak, kami tinggal dekat pantai, selalu pergi ke pantai tapi sekarang takut karena asap," tuturnya.
Merujuk sejumlah pemberitaan media setempat, kualitas udara di Penang saat ini masuk kategori tidak sehat. Otoritas setempat pun menerbitkan panduan khusus menghadapi kabut asap.
Dilansir dari kantor berita Reuters, ratusan sekolah di negara bagian Sarawak diliburkan karena kabut asap. Rabu lalu, Menteri Lingkungan Malaysia, Yeo Bee Yin menyebut ada basis data atas tudingan asap karhutla Indonesia telah sampai ke negaranya.
Yeo menuding Indonesia tidak transparan tentang berbagai titik api yang berpotensi menyebrang ke Malaysia. Yeo merujuk pernyataannya pada data yang dihimpun ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC), forum kerja sama regional antara badan meteorologi di Asia Tenggara.
ASMC menyebut terdapat setidaknya 474 hotspot atau titik panas di Kalimantan dan 387 di Sumatera. Adapun, arah angin dalam beberapa waktu terakhir mengarah ke utara.
Seluruh tudingan itu dibantah pemerintah Indonesia, menyatakan tak ada asap yang menyebar dari Sumatera ke Malaysia. Bahkan, BMKG mengklaim melihat titik panas yang semakin banyak di Semenanjung Malaysia.
Juru Bicara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jati Witjaksono, menilai tidak ada perseteruan di antara dua negara. Jati mengatakan perbedaan data merupakan hal lumrah. Adapun, koordinasi lintas negara Asia Tenggara soal asap karhutla masih terus berjalan.
"Kita punya data, Malaysia punya data. Jadi silakan masing-masing menyajikan," ujar Jati via telepon.
"Penyebaran asap bisa saja terjadi, tapi tanggal 7 dan 8 September, dari pantauan satelit, arah angin tidak ke sana."
"Kerja sama pasti dilaksanakan, komunikasi terus dilakukan lewat mekanisme transbondary haze pollution (polusi kabut lintas batas)," kata Jati.
Pasal 12 dalam Perjanjian Kerja Sama Kabut Asap Lintas Batas ASEAN mengatur mekanisme permintaan bantuan penanggulangan kebakaran hutan. Suatu negara juga dapat berinisiatif mengajukan asistensi.
Ketimbang berdebat dan membantah soal kabut asap antarnegara, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak pemerintah mengambil sikap tegas terhadap berbagai perusahaan yang lahan konsesinya terbakar.
Peneliti Walhi, Wahyu Perdana menyebut, pemerintah semestinya juga segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung yang mewajibkan pembangunan fasilitas medis khusus korban karhutla di Kalimantan.
"Kemungkinan asap sampai ke Malaysia itu ada karena mengikuti arah angin yang berubah-ubah," ujar Wahyu.
"Daripada membantah yang terjadi, aturan hukum dilaksanakan saja. Ada gugatan warga ke pemerintah yang dimenangkan, bahkan sampai di Mahkamah Agung."
"Bukan cuma tentang ganti rugi materi tapi keterbukaan informasi, umumkan siapa saja pemegang izin yang lahannya terbakar. Lalu bangun rumah sakit untuk korban asap," ucapnya.
Menurut Wahyu, publikasi nama korporasi pelaku karhutla penting untuk pengawasan publik. Apalagi, kata dia, karhutla merupakan persoalan yang muncul tiap tahun.
"Penting agar publik tahu tahun lalu lahan siapa yang terbaik dan lahan siapa tahun ini."
"Kasus ini jadi beban APBN, aparatur negara juga diturunkan terus-menerus. Padahal tanggung jawab mutlak itu ada di perusahaan, bukan cuma kerugian lingkungan tapi biaya pemulihan," kata Wahyu.
Menjawab ini, Jati Witjaksono, dari KLHK, menyebut pemerintah tak bisa mempublikasikan nama perusahaan yang lahannya terbakar, sebelum ada bukti hukum.
Pekan lalu, KLHK menyatakan telah menyegel 19 lahan konsesi di Kalimantan Barat. Para pemegang izin lahan diduga sengaja membakar perkebunan.
"Kami ada keterbatasan di undang-undang, kalau masih proses hukum, tidak perlu sebut namanya. Kalau sudah tersangka boleh," kata Jati.
Hingga Kamis, 12 September, setidaknya 1600 titik api dideteksi di Kalimantan dan Sumatera. KLHK memperkirakan, jumlahnya akan terus meningkat, terutama karena hujan belum akan turun dalam waktu dekat di berbagai daerah itu.