Pidato Kenegaraan Jokowi 2019, Pancasila Pemersatu
- bbc
Presiden Joko Widodo mengatakan perbedaan kelompok, individu atau bahkan antar lembaga negara adalah keniscayaan, namun menurutnya itu bukan berarti untuk saling menghancurkan atau meniadakan.
Apabila perbedaan itu, demikian Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan Sidang Tahunan MPR, Jumat (16/08), dikelola dalam satu visi besar yang sama, maka akan menjadi kekuatan yang dinamis, kekuatan untuk mencapai Indonesia maju.
"Saya mengajak semua lembaga-lembaga negara untuk membangun sinergi yang kuat guna menyelesaikan tugas sejarah kita," kata Jokowi.
Penyataan Jokowi tentang pentingnya persatuan ini menjadi tekanannya dalam berbagai kesempatan, di tengah apa yang dikhawaturkan tentang fakta adanya perpecahan kelompok dan masyarakat usai Pilpres 2019 lalu.
Ucapan Presiden ini juga menyusul pertemuan para elit politik, di antaranya yang ditunjukkan dalam pertemuan simbolis Jokowi dan Prabowo, dan belakangan pertemuan antara Megawati Sukarnoputri dan Prabowo Subianto.
Lebih lanjut Presiden mengatakan, sinergi itu penting untuk mendukung lompatan-lompatan untuk mengentaskan kemiskinan, menekan ketimpangan dan membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
`Bergandengan tangan hadapi intoleransi, radikalisme`
Dalam bagian lain pidatonya, Presiden juga mengajak semua lembaga negara untuk "bergandengan tangan untuk menghadapi ancaman intoleransi, radikalisme dan terorisme, serta ikut melahirkan lebih banyak lagi SDM-SDM unggul yang membawa kemajuan bangsa."
Di hadapan peserta Sidang pembukaan MPR, Presiden kemudian menyinggung makna 74 tahun kemerdekaan Indonesia pada Sabtu (17/08).
"Kita patut bersyukur di tengah berbagai tantangan dan terpaan badai sejarah, Indonesia sebagai rumah besar kita bersama, tetap berdiri kokoh," katanya.
"Indonesia berdiri kokoh, karena kita memiliki fondasi yang sangat kuat, (yaitu) Pancasila," ujar Jokowi, yang kemudian disambut tepuk tangan peserta sidang.
`Pancasila pemersatu`
Menurutnya, Pancasila adalah dasar negara dan "bintang penjuru sekaligus pemersatu kita semuanya."
"Di rumah Pancasila, kita hidup rukun, tanpa dibeda-bedakan latar belakang agama, asal-usul suku, perbedaan ras maupun golongan," tegasnya.
"Rumah besar Indonesia adalah tempat yang nyaman untuk semuanya, ruang hidup untuk seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote."
Dalam rumah besar ini, sambungnya, semua anak bangsa bisa berkarya, bergerak, berjuang untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita bersama.
`Perbedaan bukan penghalang untuk bersatu`
"Perbedaan bukanlah penghalang bagi kita untuk bersatu," katanya.
Dalam persatuan, lanjutnya, "kita menemukan energi yang maha dahsyat untuk menggerakkan seluruh tenaga, seluruh pikiran dan tetesan keringat untuk kemajuan Indonesia."
"Dalam persatuan itulah, kita menemukan solidaritas, kepedulian dan semangat berbagi antara sesama anak bangsa," kata Jokowi.
Presiden meyakini persatuan Indonesia akan selalu sentosa "seperti kiambang-kiambang bertaut kembali setelah biduk pembelah berlalu."
"Saya yakin, seyakin-yakinnya, dengan berpegang teguh kepada semangat persatuan Indonesia, rumah besar kita tidak akan runtuh, tidak akan ambruk, tidak akan punah."
Dan di ujung pidatonya, Presiden melanjutkan, "Tetapi justru berdiri tegak, bukan hanya untuk 100 tahun, 500 tahun, tapi Insyah Allah, untuk selama-selamanya."
`Tak boleh alergi kritik`
Di awal pidatonya, Presiden memaparkan apa yang disebutnya sebagai pencapaian keberhasil lembaga-lembaga negara yang disebutnya penting untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Namun demikian, Presiden menekankan, agar penyelenggara lembaga negara tidak boleh cepat berpuas diri. Dia juga meminta mereka untuk saling mengingatkan dan saling membantu.
"Kita tidak boleh alergi terhadap kritik," kata Presiden. "Bagaimanapun kerasnya kritik itu, harus diterima sebagai wujud kepedulian agar kita bekerja lebih keras untuk memenuhi harapan rakyat."