KPK Tetapkan Emirsyah Satar Tersangka Pencucian Uang
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menetapkan Direktur Utama PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005 – 2014, Emirsyah Satar, dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd, Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Sebelumnya, kedua orang itu juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana suap dalam perkara tersebut.
"KPK telah menetapkan dua tersangka pada 19 Januari 2017," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu, 7 Agustus 2019.
Ia menjelaskan bahwa Emirsyah Satar diduga menerima suap dari SS sebesar 1,2 juta Euro dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar. Suap tersebut berwujud uang dan barang yang tersebar di Singapura dan di Indonesia.
"Suap tersebut diduga berkaitan dengan pengadaan mesin Roll-Royce untuk pesawat Airbus yang dipesan sepanjang dirinya menjabat sebagai direktur utama," katanya.
Untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah Satar melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran USD. Seperti kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S,
Kemudian, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan terkait kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
"Selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, SS diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Soetikno diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
"Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan SS dalam membantu
tercapainya kontrak antara PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut," katanya.
Kemudian, kata dia, Soetikno diduga memberi Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah Satar di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah Satar di Singapura.
Tersangka ESA dan SS diduga melanggar Pasal 3 atau pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ase)