Menkum HAM: Amnesti Baiq Nuril Serahkan ke Presiden

Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly di Kemenkumham Jakarta, Senin, 8 Juli 2019.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Bayu Nugraha

VIVA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, mengatakan permohonan amnesti Baiq Nuril sudah diserahkan pada Presiden Jokowi. Namun Kemenkum HAM melihat ada peluang untuk memberikan amnesti kepada Baiq.

"Sudah kita serahkan ke Bapak Presiden melalui Mensesneg. Kita serahkan ke Bapak Presiden. Ada dua pandangan, ada yang mengatakan bahwa seharusnya itu diberikan untuk terpidana ataupun untuk pidana yang berkaitan dengan politik. Tapi dalam kajian kita ada juga pandangan lain," kata Yasonna di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin 15 Juli 2019.

Ia menambahkan dalam membahas masalah ini, kementeriannya melibatkan para pakar, pakar IT dan jajaran Direktorat Jenderal AHU (Administrasi Hukum Umum) maupun direktorat jenderal perundang-undangan.

"Dari Kemenkumham melihat ada peluang untuk memberikan amnesti. Karena presedennyanya iya, diberikan untuk kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan politik. Bisa diberikan kepada kelompok, bisa diberikan kepada perorangan. Pernah ada itu yang perorangan. Ada Sri Bintang," kata Yasonna.

Ia melanjutkan Kemenkumham juga melihat dari segi rasa keadilan masyarakat. Nuril mendapatkan vonis 6 bulan, sehingga tak mungkin grasi. Di sisi lain, orang melihat vonisnya kecil untuk amnesti.

"Tapi bukan itu, rasa keadilan masyarakatnya yang kita lihat. Pesan yang mau kita sampaikan bahwa pemerintah sangat serius memperhatikan soal-soal perlindungan ketidaksetaraan gender terutama dalam menyuarakan apa yang dialami seorang perempuan. Berhadapan dengan orang yang lebih berkuasa daripadanya. Guru honorer, bukan guru biasa. Guru honorer berhadapan dengan kepala sekolah," kata Yasonna.

Ia menegaskan menghormati keputusan pengadilan dan keputusan Mahkamah Agung. Tapi di sisi lain presiden mempunyai kewenangan konstitusional.

"Sekarang ada dari kami mengusulkan itu dari kemenkumham setelah mempertimbangkan banyak faktor, alasan-alasan yuridis, tapi terserah pada bapak presiden nanti," lanjut Menkumham. (ren)