Jokowi Diminta Turun Tangan soal Konflik Pembangunan Pelabuhan Marunda

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Salah satu pendiri PT Kawasan Berikat Nasional (KBN) Yustian Ismail (70) meminta Presiden Joko Widodo turun tangan dalam konflik internal pemegang saham antara PT Kawasan Berikat Nasional (KBN) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN) dalam proyek pembangunan Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara.

“Pelabuhan Marunda ini akan mendukung program pemerintah, apalagi saat ini pemerintahan Jokowi sedang menggalakkan poros maritim dan meningkatkan ekspor dan impor,” kata Yustian di Jakarta, Kamis, 4 Juli 2019.

Menurut dia, keberadaan Pelabuhan Marunda bisa  menopang Pelabuhan Tanjung Priok yang memiliki pelayanan berbeda. Sebab, Pelabuhan Marunda melayani muatan curah seperti komoditas cair, batu bara dan lainnya. Sedangkan, kegiatan pelabuhan di Tanjung Priok konsentrasi terhadap kontainer. 

“Kalau sekarang sudah ada pelabuhan yang dibangun KCN, harusnya KBN kembali ke fungsi awalnya sebagai penyedia dan penyewa kawasan berikat yang didukung oleh Pelabuhan Marunda, sehingga kegiatan ekspor-impor bisa ditingkatkan,” ujarnya.

Yustian menceritakan saat itu fungsi KBN cuma sebagai tempat untuk menyediakan dan menyewakan lahan, namun KBN tidak punya keahlian tentang pelabuhan sehingga belum ada hubungan kerja sama antara KBN dengan KCN untuk membangun Pelabuhan Marunda.

“Permasalahan KBN vs KCN terjadi ketika Sattar Taba menjabat. Itupun KTU tidak membangun di lahan KBN, karena itu bukan lahan KBN tapi hanya menempel dengan lahan KBN. KCN yang menjadi perusahaan yang mengoperasionalkan pelabuhan hanya memanfaatkan fasilitas jalan milik KBN,” jelas dia.

Oleh karena itu, Yustian berharap Presiden Jokowi menegur Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agar menyelesaikan perselisihan antara KBN dengan KCN dalam proyek Pelabuhan Marunda.

“Jokowi harus bilang sama Ibu Rini (Menteri BUMN) dan Menteri Perhubungan bahwa ini Pelabuhan Marunda sangat penting dalam kegiatan pelabuhan. Menteri juga harus turun tangan, jangan diam. Menteri Perhubungan kemana?,” katanya.

Padahal, kata dia, proyek Pelabuhan Marunda ini secara de facto sudah berjalan dan tidak memiliki gangguan selama 12 tahun. Namun, kenapa sekarang justru malah dipersoalkan oleh KBN yang statusnya tidak memiliki lahan disana.

“Saya tahunya KBN mau ambil saham mayoritas, padahal KBN tidak punya lahan. Paling ideal kembalikan ke konsep awal pergudangan, pabrik. KCN silahkan saja lanjutkan, karena saling menguntungkan negara,” tandasnya.

Untuk diketahui, KCN merupakan anak perusahaan dari PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan KBN yang dibentuk untuk mengelola Pelabuhan Marunda. 

KCN dibentuk setelah KTU menang tender kerja sama sebagai mitra bisnis pada tahun 2004, pembangunan pelabuhan dari Muara Cakung Drain sampai Sungai Blencong dengan pembagian saham 15 persen KBN (tidak terdelusi) dan 85 persen dimiliki KTU. 

Masalah muncul pada akhir 2012, KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50. Namun, KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.

Kejadian setelahnya, KBN malah tetap menganggap memiliki saham 50 persen di KCN. Tak hanya itu, KBN mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi.