Penangguhan Penahanan Soenarko Dinilai Redam Potensi Konflik
- VIVA / Reza Fajri
VIVA – Keputusan penangguhan penahanan terhadap eks Komandan Jenderal Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto patut mendapat apresiasi dan dinilai tepat. Itu karena bisa meredam potensi gejolak di internal TNI sendiri.
Demikian menurut pengamat politik dan pertahanan, Sidratahta Mukhtar. Bagi dia, potensi gejolak di internal TNI, khususnya Kopassus, bisa terjadi terkait penahanan atas Soenarko.
"Langkah ini sudah benar ya. Saya nilai itu salah satu langkah untuk meredam gejolak di TNI AD, khususnya Kopassus," kata Sidratahta, Rabu 26 Juni 2019.
Dengan penangguhan itu, menurut Sidratahta, bisa diartikan juga sebagai cara Marsekal Hadi Tjahjanto dalam merangkul pendukung capres nomor urut 02 Prabowo Subianto. Hal ini penting menjelang putusan Majelis Hakim di Mahkamah Konstitusi atas sidang sengketa Pilpres 2019.
Apalagi pasca-pengumuman rekapitulasi suara pilpres oleh KPU pada 21 Mei 2019, tensi politik bisa memanas. Selain itu, upaya Marsekal Hadi ini juga bisa membangun kembali relasi yang baik antara TNI dan Polri.
"Saya kira potensi konflik khususnya dalam konteks relasi TNI dan Polri yang dibangun antara Kapolri dan Panglima TNI selama dua tahun terakhir akan terganggu," ujar Sidratahta.
Hal senada disampaikan anggota DPR dari Komisi III yang membidangi hukum, Arsul Sani. Dia menekankan keputusan Hadi Tjahjanto dalam menyesuaikan persyaratan untuk penangguhan penahanan yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahu 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHAP.
"Itu dengan Panglima TNI menjamin, maka menguatkan aspek pemenuhan persyaratan penangguhan," tutur Arsul.
Dia menambahkan, penahanan seseorang dalam sebuah kasus memang tindakan subyektif penyidik. Kaata dia, ada alasan dan pertimbangan tim penyidik agar proses penyidikannya lancar.
Arsul menyebut dalam proses ini Polri sebaiknya bisa menjelaskan kepada publik seperti misalnya tersangka lain Mayjen (Purn) Kivlan Zen, yang belum ditangguhkan penahanannya.
"Yang paling penting Polri perlu menjelaskan lebih lanjut mengapa misalnya yang lain, termasuk Kivlan Zen belum ditangguhkan," sebut Arsul.
Panglima TNI sebelumnya menegaskan penangguhan penahanan atas Soenarko sudah dikoordinasikan dengan Denpon TNI Mayjem Dedi. Polri mengabulkan penangguhan itu karena Soenarko dinilai kooperatif.
Soenarko ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal pada 21 Mei 2019. Selama ditahan, purnawirawan bintang dua itu mendekam di Rutan POM Guntur, Jakarta. (ren)