Berang soal Tuntutan Jaksa, Ratna Sarumpaet: Hiperbol

Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet (kiri) bersama kuasa hukumnya.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nalendra

VIVA – Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa penyebaran berita bohong atau hoax, Ratna Sarumpaet dengan hukuman penjara selama enam tahun. Ratna menilai tuntutan jaksa tersebut berlebihan atau hiperbolis.

"Saya merasa bukan soal enam tahun tapi saya merasa narasi dari seluruh tuntutan itu hiperbol, jadi dibesar-besarin, di depan sudah pakai Alquran itu lho, dia bilang dosa kalau berbohong tapi di belakang mereka bohong juga," kata Ratna usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 28 Mei 2019.

Ia juga menyebut pasal keonaran yang disangkakan kepada dia tidak terbukti dalam kasus yang menjeratnya. "Itu yang saya maksud hiperbol, jadi dibesar-besarkan, didramatisasi," ujarnya.

Dari awal, ia menilai kasus yang ia jalani saat ini bernuansa politis. Menurutnya, ada pihak-pihak tertentu yang memaksakan bahwa dirinya harus ditahan. Untuk itu, ia berharap hakim dapat memutuskan dengan bijak atas kasusnya. "Harapan saya pak hakim, kan yang memutuskan pak hakim bukan jaksa," ujarnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut aktivis Ratna Sarumpaet dengan hukuman  6 tahun penjara. Tuntutan 6 tahun penjara karena ujaran kebohongan Ratna berakhir pada keonaran.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ratna Sarumpaet dengan pidana penjara selama 6 tahun dikurang selama terdakwa menjalani tahanan sementara terdakwa," kata JPU Daroe Tri Sadono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa, 28 Mei 2019.

Saat membacakan tuntutan, jaksa menilai Ratna telah terbukti melakukan keonaran dengan menyampaikan informasi bohong. Ratna dinilai telah berbohong dengan menyatakan dipukuli orang di Bandung, Jawa Barat. Padahal, Ratna menjalani operasi perbaikan muka dengan dokter Sidik Setia Miharja dari RS Bina Estetika. 

Informasi kebohongan disampaikan pertama kali kepada akhir 24 September 2018 kepada stafnya. Kemudian informasi kebohongan bahwa Ratna dipukuli disebar kepada sejumlah tokoh nasional. Ia pun menyampaikan kabar bohong kepada sejumlah tokoh nasional seperti Amien Rais, Said Iqbal, Nanik S. Deyang, Prabowo Subianto, dan Rocky Gerung kalau dia dianiaya. Informasi tersebut disebar di media sosial sejumlah tokoh seperti Nanik S. Deyang. Isu pemukulan baru terbukti berbohong begitu Ratna mengaku kasus penganiayaan sebagai isu bohong belaka.

Jaksa beranggapan Ratna telah melanggar dakwaan pertama yakni melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. (mus)