Bupati Cirebon Divonis 5 Tahun Penjara

Tersangka yang terjerat OTT KPK selaku Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra (kanan) dengan rompi tahanan meninggalkan kantor KPK di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung menjatuhkan hukuman lima tahun penjara denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan kepada Bupati Cirebon nonaktif Sunjaya Purwadisastra.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung, Fuad Muhammadi menegaskan Sunjaya terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana kasus suap jabatan di lingkungan Pemda Cirebon secara berlanjut pada 2018.

"Menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun, denda Rp200 juta, subsider kurungan enam bulan," ujar Fuad, Rabu 22 Mei 2019.

Selain kurungan badan, Fuad juga memutuskan untuk mencabut hak politik Sunjaya. Vonis hakim lebih rendah dari Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa, menuntut Bupati Cirebon nonaktif Sunjaya Purwadisastra dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam pertimbangannya, untuk hal meringankan Sunjaya belum pernah dihukum dan mengakui perbuatannya. Sedangkan untuk hal memberatkan, Sunjaya sebagai kepala daerah tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dan tidak berperan aktif mendukung program Pemerintah dalam memberantasan korupsi.

Putusan Hakim ditetapkan sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf B Undang-Undang RI nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Mendengar putusan tersebut, Sunjaya tidak akan mempertimbangkan putusan tersebut untuk ditindaklanjuti. "Saya menerima yang mulia," ujarnya. 

Dalam uraian putusan, Sunjaya Purwadisastra selaku Bupati Cirebon bersama-sama sengan Deni Syafrudin di bulan Oktober 2018 di Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perunahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Cirebon, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yakni menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp100 juta dari Sekdis PUPR Gatot Rachmanto. 

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat, atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ujar hakim.

Yakni, lanjutnya, terdakwa dan Deni Syafrudin mengetahui atau patut menduga bahwa pemberian uang tersebut karena terdakwa telah mengangkat dan melantik Gatot Rachmanto sebagai Sekdis PUPR Kabupaten Cirebon. Padahal semua itu bertentangan dengan kewajibannya sebagai bupati Cirebon. 

Terdakwa selaku Bupati Kabupaten Cirebon dalam kaitannya dengan manajemen ASN telah menandatangani surat Keputusan Bupati Cirebon Nomor: 821 .2/Kep.974-BKPSDM/2017 tentang Pembentukan Tim Penilai Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Cirebon. Tim Penilai Kinerja PNS tersebut bertugas untuk memberikan pertimbangan dalam proses promosi jabatan ASN kepada Bupati. 

Terdakwa dalam proses promosi jabatan di Pemerintahan Kabupaten Cirebon telah melakukan sesuatu da|am jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, yakni melakukan intervensi terhadap tugas Tim Penilai Kinerja PNS sehingga tugas dan fungsi Tim Penilai Kinerja PNS hanya formalitas. Dalam promosi jabatan tersebut. 

"Terdakwa sering meminta imbalan uang kepada pejabat yang dilantik dengan besaran untuk jabatan setingkat eselon lll A sebesar Rp100 juta. untuk jabatan setingkat eselon III B sebesar Rp50 juta hingga  Rp75 juta dan untuk jabatan setingkat eselon IV sebesar Rp25 juta hingga Rp 30 juta," ujarnya. 

Permintaan imbalan uang tersebut juga dilakukan oleh terdakwa ketika mempromosikan Gatot Rachmanti dalam ]abatan Eseton III A sebagai Sekdis  PUPR Kabupaten Cirebon. Terdakwa sekita Juli 2018 sebelum menyetujui usulan promosi tersebut telah menanyakan 'komitmen' dan 'loyalitas' kepada Gatot.

Setelah ada kesanggupan Gatot, pada sekitar akhir Juli 2018 ketika Avip Suherdian menyampaikan usulan Gatot  menduduki jabatan Sekdis PUPR, terdakwa langsung menyetujui usulan tersebut dan meminta Avip mengingatkan Gatot perihal imbalan uang untuk terdakwa. 

Kemudian, terdakwa pada 3 Oktober 2018 melantik Gatot Rachmanto menjadi Sekdis PUPR Kabupaten Cirebon. Kemudian 17 Oktober 2018, terdakwa menghubungi Avip agar  mengingatkan Gatot  untuk segera 'menghadap' terdakwa. 

"Kemudian terdakwa menerima telpon dari Gatot yang menyampaikan keinginannya untuk memberikan uang terkait promosi dirinya. Terdakwa pada saat itu mengatakan 'nanti yang itu titip ke Deni aja ya?" katanya. 

Kemudian terdakwa menyerahkan handphonenya kepada Deni Syafrudin. Selanjutnya Deni yang pada saat itu mendengar perkataan terdakwa langsung memahami maksudnya dan membuat janji untuk pengambilan uang, dan keesokan harinya uang diterima Deni dari Gatot di kantor PUPR Cirebon. "Saat itu Gatot bilang ke Deni, mas nitip ya ke bapak 100 (Rp100 juta)," katanya.  

Setelah menerima uang dari Gatot. selanjutnya Deni melaksanakan arahan terdakwa untuk mentransfer uang sejumlah Rp250 guna kepenuan sumbangan acara Hari Sumpah Pemuda Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).