Diperiksa Polisi, Eggi Sudjana Minta Kapolri Tak Menahannya
- VIVA.co.id/Bayu Nugraha
VIVA – Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana memenuhi pemanggilan pemeriksaan sebagai tersangka makar di Polda Metro Jaya pada hari ini, Senin, 13 Mei 2019. Ia pun menyebut sebagai aktivis dan advokat ia pun menuturkan pemanggilan polisi tidak boleh dihindari.
"Apapun ceritanya harus dihadapi. Beda dengan tokoh elit kemarin kita lihat mau dipanggil polisi kabur sampai mobilnya nabrak jadi benjolnya sebesar bakpao. Saya hadapi insya Allah," ujar Eggi di Mapolda Metro Jaya, Senin, 13 Mei 2019.
Namun, ia meminta dalam pemeriksaan dirinya, penyidik Polri harus bersifat objektif. Apalagi, kata Eggi, Polri sudah mempunyai jargon profesional, modern dan terpercaya (promoter).
"Jadi janganlah mengingkari jargon anda sendiri. Saya mau melihat profesionalnya seperti apa," ujarnya.
Ia pun mengaku heran dengan penyidik Polri. Padahal sebelum ditetapkan tersangka dirinya sudah memberikan keterangan sebagai saksi selama 13 jam. Untuk itu, ia pun bersama tim kuasa hukumnya mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka tersebut.
Lebih lanjut, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini menuturkan jika dalam pemeriksaan kali ini Ia langsung ditahan maka ia menyebut hal tersebut sebagai bentuk kriminalisasi. Eggi meminta Presiden Jokowi untuk memerintahkan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk tidak melakukan penahanan terhadapnya.
"Jadi jangan lagi pakai alasan wah itu tidak boleh intervensi. Anda (Jokowi) jangan lupa pemimpin di negeri ini. Anda (Jokowi) itu pimpinan Kapolri, TNI dan semua angkatan perang Anda panglimanya jadi bisa diperintah. Itu adalah instruksi," ujarnya.
Selain itu, ia juga meminta Presiden Jokowi untuk menghentikan segala kecurangan pemilu tahun ini. Penghentingan kecurangan pemilu, kata Eggi, bisa dilakukan dengan Jokowi memanggil Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mempertanyakan dugaan kecurangan pemilu. Bahkan, ia meminta penghitungan suara ulang dan tidak memakai quick count atau hitung cepat.
"KPU kan bisa dipanggil kenapa kok curang atau dengan gentle karena ini tuduhan curang hitung ulang lagi, tidak usah pakai quick count. Yabg bener serius dimulai ada dua saksi dari BPN dan TKN. Itu fair jadi fitnah curang hilang," ujarnya.
Jika hasil penghitungan suara tetap dilakukan dan pada 22 Mei mendatang KPU mengumumkan pasangan capres Jokowi-Maruf Amin sebagai pemenang, ia pun mengancam untuk tidak menyalahkan aksi people power nanti jika terjadi.
"Oleh karena itu Bapak Jokowi sudi kiranya hentikan kecurangan ini. Hitung ulang lagi bersama-sama sehingga kita tetap bersaudara dalam konteks berbangsa dan bernegara," katanya.
Mesti Objektif
Sementara itu, terkait langkah tim Asistensi Hukum bentukan Menkopolhukam, Wiranto, yang memasukan namanya sebagai tokoh yang dikaji patut dikaji aktivitas dan ucapannya, Eggi menilai tim ini merupakan uji independensi bagi anggota tim yang berisi akademisi dari bidang hukum.
"Kalau terkait tim Asistensi itu menarik, karena banyak profesor doktor disana. Juga teman teman saya, diujilah independensi keilmuannya yang objektif," ujar Eggi.
Eggi meminta tim Asistensi Hukum tidak memihak dalam membuat kajian. Ia bahkan menilai gelar akademik para anggota tim asistensi bisa dicabut jika menilai Ia layak jadi tersangka.
"Objektif artinya tidak memihak, jangan subjektif. Kalau profesor doktor masih berpendapat bahwa saya layak jadi tersangka, saya kira profesornya mesti dibatalkan," kata Eggi.