Pesan Damai Tokoh Lintas Agama Jelang Pencoblosan 

Tokoh Lintas Agama
Sumber :
  • Antara

VIVA – Sejumlah tokoh lintas agama memanjatkan doa dan berharap pemilihan umum 2019 yang digelar Rabu, 17 April 2019, berjalan lancar, damai dan menghasilkan pemimpin yang mampu merajut kembali persaudaraan di tengah perbedaan yang terjadi selama masa kampanye.

Dalam program Indonesia Lawyers Club (ILC) Selasa malam, 16 April 2019, bertemakan 'Saatnya Damai Bersenandung Kembali', enam tokoh lintas agama menyampaikan pesan damai untuk Pemilu 2019.

"Dalam agama Konghucu dikatakan 'Kebajikan pemimpin laksanakan angin kebajikan rakyat laksana rumput, kemana angin bertiup kesana rumput mengarah' Jadi kalau pemimpinnya baik dan dia mengajak pada kebaikan, yakinlah bahwa bangsa ini akan selamanya baik," kata tokoh agama Konghucu XS Budi S Tanuwibowo.

Wisnu Bawa Tenaya, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia, berpesan agar semua rakyat dan pemimpin hidup guyub, terus menjaga persatuan. Semua pihak saling bergandengan tangan, bergotong royong dan dengan hati yang bersih datang ke TPS untuk memilih pemimpin.

"Memilih pemimpin maka cita-citanya harus disamakan (dengan rakyatnya). Bila di atas jangan lupa Tanah Airnya, jangan lupa pertiwinya, jangan lupa orang tuanya, jangan pernah lupa kacang sama kulitnya. Hidup dinamis kadang di bawah kadang di atas, yang menang jangan euforia rangkul yang kalah, yang kalah ikut mendukung dan bersatu," kata Wisnu

Sementara itu, Romo Franz Magnis Suseno dari Katolik, menyerukan agar setelah keributan pemilu ini kembali bersatu dan saling memaafkan. Presiden terpilih harus membuktikan menjadi pemimpin seluruh anak bangsa, dan yang tidak terpilih harus menerima dengan lapang dada serta kesatria.

"Kita harus belajar menerima perbedaan dan persatuan bangsa Indonesia yang saling mendukung dan menerima," ujar Romo Franz.

Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) Maha Pandita Utama (MPU), Suhadi Sendjaja mengajak semua pihak untuk ikut mensukseskan Pemilu 17 April 2019, dengan melaksanakan hak-hak demokrasi sebagai warga negara melakukan pemilihan yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 

Ia mengakui komunitas Buddha sudah terkonsolidasi semua umat pasti akan memenuhi haknya sebagai warga negara yang baik yaitu melaksanaan pemilihan. Di sisi lain, yang tak kalah pentingnya adalah kewajiban untuk menjaga persatuan dan kesatuan, memelihara kerukunan 

"Saya yakin besok bangsa ini berjalan dengan selamat. Ada satu kekuatan yang tidak boleh disepelekan yaitu kekuatan spritual, berdoa agar besok selamat," ujar Suhadi.

Ketua Umum PGI Pendeta Henriette Hutabarat meminta umat untuk datang ke TPS sambil bersenandung dan menyanyikan lagu persatuan sebagai bangsa. Bila ada gesekan dan fitnah atau ungkapan yang menyakiti hati, maka Ia mengajak umat membersihkan hati, senyum ke TPS dan saling memaafkan.

Karena memaafkan menjadi warna spiritualitas masyarakat Indonesia yang punya warna agama yang berbeda. 

"Oleh karena itu, besok, kalau kita datang ke TPS kita datang dengan senyum, menjadi bukti sungguh bahwa kita ingin bersenandung kembali bersama-sama. Dan, senandung yang kita nyanyikan bukan senandung kekerasan, bukan senandung fitnah tapi senandung yang menghidupkan, yang mendamaikan yang menyejukan, yang membangun persatuan kita, dan yang bisa membuat kita berjalan bersama sebagai bangsa ke depan, siapapun pemimpin yang terpilih," kata Pdt Henriette

Penutup, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Dr KH Din Syamsuddin berharap pemilu esok hari dapat berjalan aman dan lancar, kendati selama proses kampanye menguras energi bangsa dengan cacian, makian dan juga saling menyalahkan. Ia yakin watak asli bangsa Indonesia adalah cinta kedamaian.

"Saya mengetahui sosiologi orang Indonesia, sering berantem karena rebutan kelereng, tapi sejak itu mereka main kelereng bersama, watak itu seudah terwarisi. Watak dan sifat dasar kita yang cinta damai, kerukuan, persatuan dan kesatuan ini masih cukup kuat," kata Din.

Namun demikian, Din juga mengajak umat agar tidak boleh menganggap enteng dalam melihat sesuatu seolah-olah tidak terjadi sesuatu. Karena demokrasi ini adalah sebuah instrumen yang disepakati oleh bangsa Indonesia. "Damai sebagai outcome, tapi jurdil dan luber adalah prasyarat instrumen." (mus)