Niswatin Naimah, Perempuan yang Disebut 'Bu Lis' Membela Sandiaga

Niswatin 'Lis', penderita kanker payudara yang disebut Sandi di debat cawapres
Sumber :
  • VIVA/Fajar Sodiq

VIVA – Dalam dcawapres yang berlangsung pada Minggu malam sempat muncul nama "bu Lis" yang disampaikan oleh Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno. Namun ternyata yang dimaksud "bu Lis" itu adalah Niswatin Naimah. Dia adalah warga Sragen, penderita kanker payudara stadium dua yang mengeluhkan pelayanan BPJS Kesehatan kepada Sandi.

Gara-gara Sandiaga menyinggung nama Lis dalam debat cawapres selanjutnya sempat muncul akun dalam media sosial yang mengaku sebagai "bu Lis". Munculnya akun tersebut membuat Niswatin Naimah pun angkat bicara untuk meluruskannya.

Ia mengaku bahwa nama yang disebut Sandiaga saat debat merupakan dirinya. Pasalnya, saat mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu berkunjung ke Sragen beberapa waktu lalu, ia mendekatinya dan menyampaikan keluh kesat terkait pelayanan BPJS kesehatan yang kini tak lagi menjamin pelayanan penyakit yang dideritanya, kanker payudara stadium dua.

"Yang disebut pak Sandiaga itu saya. Saya bertemu dengan Pak Sandi saat kunjungan ke pasar Bunder, Sragen akhir tahun lalu. Saat itu, saya memang mengeluhkan penyakit kanker payudara stadium dua yang dideritanya tidak ter-cover BPJS kesehatan," kata Niswatin kepada wartawan di Sragen, Senin, 18 Maret 2019.

Menurut Niswatin, padahal jenis pengobatan itu sebelumnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Perubahan aturan itu setelah jaminan kesehatan untuk penderita kanker dicabut pada April 2018 lalu. Niswatin adalah peserta BPJS Kesehatan kelas dua yang dibiayai secara mandiri.

"Sebelum pengobatan lanjutan ada operasi dan kemoterapi sampai tujuh kali di-cover BPJS. Saya menjalani kemo sampai Oktober 2018. Setelah perlu suntikan herceptin. Sebelumnya suntikan itu di-cover BPJS. Tapi adanya perubahan aturan jadi tidak terkover," ujar dia.

Padahal untuk pengobatan penyakit tersebut dirinya harus menerima suntikan herceptin sebanyak delapan kali. Suntikan herceptin itu biayanya mencapai Rp15 juta sekali suntik.
 
"Saya tidak kuat untuk membayar suntikan itu. Padahal minimal delapan suntikan, namun dokter bilang jika yang efektif itu 16 kali suntikan untuk pengobatan penyakit saya," keluhnya.

Akibat adanya perubahan aturan BPJS Kesehatan itu lanjut Niswatin, dirinya kini hanya mampu memanfaatkan obat herbal untuk mengobati penyakit kanker payudara stadium dua yang dideritanya itu. Pasalnya, untuk menanggung biaya sendiri tanpa BPJS, dia tak mampu.  

"Saya sekarang pakai obat herbal. Saya yakin kesembuhan itu berasal dari Allah. Kalaupun dari medis tidak bisa saya dapatkan, saya harus ikhtiar dengan yang lain," kata dia lirih.