Pemerintah Akan Beli Harta Karun Pra-Majapahit Temuan Warga Malang

Tim arkeolog mengeskavasi sebuah tempat yang diyakini sebagai situs era pra-Majapahit di sekitar lokasi proyek jalan Tol Malang-Pandaan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa, 12 Maret 2019.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Tim arkeolog Badan Peninggalan Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, Jawa Timur, menggali atau mengeskavasi sebuah tempat yang diyakini situs era pra-Majapahit di sekitar lokasi proyek jalan Tol Malang-Pandaan di Desa Sekarpuro, Kabupaten Malang, Selasa, 12 Maret 2019.

BPCB Trowulan juga bakal mengumpulkan benda-benda purbakala atau semacam harta karun yang warga temukan di kawasan itu. Tim arkeolog telah berkoordinasi dengan perangkat desa dan polisi untuk menggelar pertemuan dengan warga. Mereka akan diajak bermusyawarah tentang proses ganti untung atas temuan benda purbakala itu.

"Akan kita kumpulkan di Balai Desa Sekarpuro untuk membicarakan ganti untung berapa yang mereka inginkan. Kami undang perangkat desa, polisi dan wartawan agar proses ganti untung ini terbuka. Musyawarah nanti sore sekitar empat," kata arkeolog BPCB Trowulan, Wicaksono Dwi Nugroho.

Temuan warga akan ditelusuri oleh tim ahli cagar budaya untuk menilai atau menaksir benda-benda itu. BPCB berkordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Malang dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Jika Pemkab Malang dan Pemprov Jatim enggan memberikan ganti untung, BPCB yang bakal menalangi agar sekalian dapat menyimpan benda-benda bersejarah itu di Museum Trowulan, Mojokerto. Benda-benda purbakala yang ditemukan warga, antara lain koin mata uang China, peralatan rias atau peralatan makan dari perunggu, emas, guci, gerabah, dan potongan keramik.

"Pertama, kita akan koordinasi dengan Pemkab Malang, kan, punya Museum Singosari; Pemprov Jatim punya Museum Mpu Tantular siapa yang mau memberikan kompensasi. Jika tidak ada, [Museum] Trowulan yang siap beli," ujar Wicaksono.

BPCB akan mendata lebih dahulu sebelum memberikan ganti untung. Kompensasi bakal diberikan sesuai permintaan warga setelah tim arkeolog menaksir nilai dari benda purbakala itu dan warga mampu menunjukkan lokasi penemuannya.

Pada dasarnya, pemerintah akan membeli benda-benda purbakala itu meski BPCB menyebutnya dengan istilah ganti untung. BPCB juga tak sembarangan membeli melainkan disesuaikan dengan standar nilai benda-benda purbakala pada umumnya. Ditambah perbandingan dengan harga pasaran di pasar benda-benda antik dan unsur kejujuran warga yang menemukannya.

"Nilai kejujuran itu, dia tidak menjual ke [pasar] antik tapi melapor ke desa; hanya mencari, menemukan dan menyimpan. Karena kalau dijual ke kolektor, itu masuk dalam proses pelanggaran," katanya.

Era Pra-Majapahit

***

Menurut arkeolog pada Universitas Negeri Malang, M Dwi Cahyono, kawasan itu dahulu ialah pusat peradaban dan permukiman ramai. Mulai masa Singhasari sampai Majapahit. Wilayah Malang timur di era raja Majapahit, Hayam Wuruk, dikenal sebagai Nagari Kabalan.

Dalam serat Pararathon, wilayah ini dipimpin oleh Dyah Kusumawardani, putri mahkota Hayam Wuruk. Wilayah itu menjadi pusat peradaban hingga era kerajaan Majapahit akhir yang dipimpin Prabu Brawijaya atau disebut Brawijaya V.

"Nama tempat Kabalon disebut dalam kitab Pararathon pada akhir abad 15, serta Kabalan dalam Kakawin Nagarakretagama pada 1365. Menunjukkan permukiman kuno di sini berlangsung dalam kurun waktu amat panjang,” kata Dwi dalam kesempatan terpisah beberapa hari lalu.