Dosen Bercadar yang Dipecat IAIN Bukittinggi Adukan Kasusnya ke Pusat

Hayati Syafri, dosen yang dipecat dari kampusnya di IAIN Kota Bukittinggi, mendatangi kantor Badan Kepegawaian Nasional di Jakarta untuk mengadukan kasusnya pada Selasa, 5 Maret 2019.
Sumber :
  • VIVA/Andri Mardiansyah

VIVA – Hayati Syafri, seorang dosen yang dipecat dari kampusnya di Institut Agama Islam Negeri Kota Bukittinggi, mengadukan kasus yang dialaminya kepada Badan Kepegawaian Nasional di Jakarta.

Hayati berkeberatan dengan keputusan IAIN Bukittinggi yang memberhentikannya sebagai dosen di kampus itu sekaligus statusnya sebagai pegawai negeri sipil. Dia mengajukan gugatan banding atas pemberhentiannya kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek), Badan Kepegawaian Nasional.

Perempuan bercadar itu mengaku tiba di Jakarta kemarin dan masih proses mendaftarkan gugatan banding di kantor Bapek, Jakarta, pada Selasa 5 Maret 2019.

Dia sangat berharap seluruh materi banding yang sudah diserahkan dapat diterima dan menjadi dasar pertimbangan untuk membatalkan surat pemberhentiannya. Dia dibantu pegiat dari Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia akan terus berjuang menuntut keadilan, karena dia merasa keputusan itu tak punya dasar kuat, melainkan hanya karena dia mengenakan cadar.

Koordinator Tim PAHAM, Busyra, melalui keterangan resminya menyebutkan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang ada, dapat disimpulkan benar terjadi diskriminasi dan pelanggaran HAM dalam kasus pemberhentian Hayati Syafri.

"Pelarangan bercadar merupakan salah satu bentuk penyimpangan terhadap hak warga negara dalam menjalankan agamanya yang telah dijamin oleh pasal 29 UUD 1945. Bentuk upaya paksa pelarangan bercadar tersebut dilakukan oleh Kementerian Agama melalui penjatuhan sanksi pelanggaran disiplin PNS dengan prosedur yang cacat dan tidak berdasar," kata Busyra.

Pemberhentian sebagai dosen terhadap Hayati, katanya, suatu proses yang cacat prosedur. Pemberhentian melalui Surat Keputusan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bertanggal 18 Februari 2019 yang menyatakan bahwa Hayati melanggar ketentuan Pasal 3 angka 11 dan angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 karena dianggap melakukan pelanggaran disiplin, yaitu tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah.

"Terdapat beberapa hal yang menyebabkan pemberhentian ini dinilai tidak wajar, cacat prosedur, dan melanggar HAM," ujarnya. (ren)