Masa Depan Media Arus Utama Cerah, Ini Penyebabnya
- timesindonesia
VIVA - Pemimpin Redaksi harian dan portal berbahasa Inggris The Jakarta Post Nezar Patria mengatakan dalam tiga tahun terakhir ini masyarakat kembali beralih kepada media arus utama (mainstream). Biang utamanya masyarakat sudah jenuh dengan hoaks.
Penegasan Nezar itu disampaikan dalam diskusi sesi pertama Rakernas AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia) dengan tema "Masa Depan Media antara Platform, Penyedia Konten, Bisnis dan Etika" di Perpustakaan Nasional, Medan Merdeka, Jakarta, Jumat (1/3/2019).
"Tiga tahun terakhir peningkatan traffic dialami media mainstream. Karena orang bosan dengan hoaks," kata Nezar dalam Rakernas pertama yang dibuka Menteri Komunikasi dan Informatika RI Rudiantara ini.
Kecenderungan peningkatan pengunjung juga menjadi fenomena di Amerika Serikat. Koran utama di sana seperti The Washington Post dan The New York Times juga mengalami pelanggan (subscribe) yang cukup signifikan.
"Pembaca The Haffington Post malah cenderung menurun. Artinya mereka mulai kembali ke media arus utama kendati harus berlangganan," kata Nezar.
Optimisme Nezar itu diperkuat Ketua Dewan Pers Stanley Adi Prasetyo. Menurut Stanley, perubahan platform tidak akan menghilangkan peran jurnalisme.
"Jurnalisme tidak akan mati karena masyarakat tetap akan membutuhkan berita yang kredibel dan terverifikasi. Jadi platform berubah pun jurnalisme tak akan mati," tegasnya.
Cuma persoalannya, kata Stanley, sumber daya manusia dalam industri media sekarang banyak yang gagap ketika beralih ke platform digital.
"Wartawan yang terlempar dari media arus utama kini beralih ke media online. Tetapi sayangnya mereka tidak punya naluri bisnis," ujarnya.
"Kalau tak memiliki keterampilan media saya sarankan mending jadi YouTuber," kata Stanley ditanggapi senyum Nezar Patria. (*)