Eks Atase TKI KBRI Singapura Diduga Terima Suap Asuransi TKI

Kadiv Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo.
Sumber :
  • VIVA/Syaefullah

VIVA – Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan mantan atase TKI KBRI di Singapura, berinisial ARM sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. ARM diduga menerima suap senilai 300 ribu dolar Singapura.

"Tersangka atas nama ARM, selaku mantan atase tenaga kerja migran Indonesia di KBRI di Singapura. Yang bersangkutan, diduga menerima suap dan gratifikasi senilai 300 ribu dolar Singapura," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Diivisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu 27 Februari 2019.

Polisi menetapkan ARM sebagai tersangka sejak 21 Februari 2019. Dedi menuturkan, ARM diduga menerima gratifikasi terkait skema asuransi TKI di Singapura, semasa dirinya menjadi atase TKI pada 2018. Namun, Dedi enggan menjelaskan secara rinci seperti apa modus operandi tersangka.

"Ini sangat terkait masalah skema asuransi perlindungan pekerja migran Indonesia di Singapura, selama 2018. Yang bersangkutan, saat ini bukan atase lagi, sudah dialihtugaskan sejak terindikasi korupsi," kata Dedi.

Untuk melengkapi berkas perkara, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi akan berkoordinasi dengan PPATK, memanggil beberapa staf KBRI di Singapura, dan warga negara Singapura, yang bersangkutan dengan urusan skema asuransi perlindungan TKI.

"Penyidik akan berkoordinasi dengan PPATK, terkait pembuktian tindak pidana pencucian uangnya, kemudian juga memanggil beberapa saksi dari staf KBRI, akan menyita beberapa dokumen terkait perkara tersebut dan berkoordinasi dengan otoritas Singapura, untuk memeriksa beberapa saksi warga negara Singapura dalam rangka penguatan pemberkasan," kata Dedi.

Dedi mengatakan, laporan terkait dugaan korupsi ini diterima Bareskrim Polri pada 1 Februari lalu. Penyidik lalu melakukan rangkaian pemeriksaan saksi dan pendalaman bukti-bukti terkait laporan ini. Dedi menambahkan, penyidik belum menetapkan penahanan terhadap ARM.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11, 12a, 12b Undang-undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (asp)