Ditantang Balik Kivlan Zein, Wiranto: Cukup
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
VIVA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jenderal (Purn) TNI Wiranto, enggan memperpanjang polemik dengan Kivlan Zein terkait persoalan dalang Kerusuhan Mei 1998 lalu.
Awalnya, Wiranto menantang untuk sumpah pocong soal kebenaran tuduhan itu. Namun Kivlan menolak itu karena dianggap cara yang tidak baik. Tetapi ia menantang untuk berdebat, dan membeberkan data-data.
"Sudah cukup, saya komentari itu," kata Wiranto, usai mendampingi Presiden RI pada laporan tahunan Mahkamah Agung, di Jakarta Convention Center, Rabu 27 Februari 2019.
Di tahun politik ini, konsentrasi banyak orang adalah mengenai pemilu. Itu yang membuat eks Panglima ABRI itu enggan menggubris lagi perdebatan dengan Kivlan, yang juga dikenal sebagai mantan Kepala Staf Kostrad.
"Kita pemilu gini, semua sedang konsentrasi ke bangsa, bukan ke urusan-urusan seperti ini. Saya sudah jawab, cukup," kata Wiranto.
Sebelumnya, mantan Ketua Umum Partai Hanura itu merasa geram karena masih terus dituduh sebagai dalang daripada kerusuhan pada Mei 1998. Kerusuhan itu, membuat rezim Orde Baru yang sudah berkuasa 32 tahun, runtuh.
"Sumpah pocong saja. [Tragedi] 98 itu yang menjadi bagian dari kerusuhan itu saya, Prabowo, Kivlan Zen? Sumpah pocong kita, siapa yang sebenarnya dalang kerusuhan, biar terdengar di masyarakat, biar jelas. Jangan asal menuduh saja," kata Wiranto di Kantor Presiden, Selasa kemarin.
Kivlan sendiri menginginkan, agar ia dihadapkan dengan Wiranto dalam forum debat. Bukan dengan tantangan sumpah pocong seperti yang dikehendaki Wiranto.
"Sumpah pocong itu terminologi setan, bukan hukum. Saya mau buktikan itu dilakukan melalui debat dan pengadilan. Debat di depan umum, misalnya di tvOne tentang 98, tentang yang benar yang salah. Kedua, lewat pengadilan militer atau hak asasi manusia. Saya kupas itu kulitnya Wiranto di muka umum," kata Kivlan saat dikonfirmasi VIVA, Rabu, 27 Februari 2019.
Kivlan menekankan dengan debat secara terbuka maka publik bisa mengetahui argumen yang rasional. Ia menegaskan dirinya tak ada kaitan dengan kerusuhan Mei 1998.
"Saya enggak ada kaitannya itu. Berani enggak Wiranto debat terbuka. Berani enggak dia debat di televisi. Kalau berani, saya siap. Saya kupas kulitnya dia di muka umum," tutur Kivlan.
Dia pun menyinggung Wiranto sebagai Panglima ABRI saat tragedi Mei 1998. Sebagai pemegang komando saat itu seharusnya ada sikap cepat untuk mengatasi kerusuhan parah di Jakarta pada 14 Mei 1998. Apalagi, ketika itu, Presiden RI ke-2, Soeharto sedang berada di Kairo, Mesir.
"Dia itu Panglima ABRI kan waktu itu. Panglima tertinggi. Jelas ada mis-koordinasi, pelanggaran subordinasi. Bagaimana ada enggak perintah dia ke pasukan untuk stabilkan kerusuhan parah-parahnya saat 14 Mei. Dia pergi ke Malang, ngapain?" ujarnya. (ren)