Polri Terjunkan Tim Bebaskan WNI Sandera Abu Sayyaf
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA – Polri menyiapkan personel terbaiknya untuk operasi penyelamatan dua warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok teroris pimpinan Abu Sayyaf di Filipina. Namun, Polri masih menunggu keputusan Kementerian Luar Negeri sebagai leading sector penanganan kasus tersebut.
"Pada prinsipnya kepolisian siap. Kami mempersiapkan personel-personel yang sudah memiliki pengalaman, memiliki kompetensi, dan mengetahui tentang sedikit banyak situasi yang ada di Filipina," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, di Jakarta, Sabtu, 23 Februari 2019.
Dedi tak merinci personel dengan spesifikasi keahlian apa yang akan dikirimkan. Menurutnya, hal itu akan disesuaikan dengan permintaan Kemenlu.
Sejauh ini, kepolisian telah berkoordinasi dengan sejumlah stakeholder terkait, seperti Kemenlu, KBRI di Filipina, TNI, hingga kepolisian setempat. Dalam operasi ini, keselamatan sandera adalah yang utama.
"Jadi nanti kebutuhan-kebutuhan apa yang dibutuhkan dalam rangka negosiasi kepada penyandera tentu akan diputuskan oleh Kemenlu, di Jakarta nanti diputuskannya," kata Dedi.
Sebelumnya beredar video yang memperlihatkan dua pria, yang diduga warga negara Indonesia tak berdaya ditodong dengan golok.
Keduanya tak mengenakan pakaian dan mata ditutupi dengan kain hitam. Di sekeliling dua pria itu tampak sejumlah orang bertopeng yang membawa senjata diduga kelompok teroris pimpinan Abu Sayyaf di Filipina.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal membenarkan video yang memperlihatkan dua orang Indonesia disandera komplotan bersenjata.
Iqbal menyatakan, dua orang itu ditangkap saat sedang menangkap ikan di perairan Sandakan, Sabah, Malaysia, pada 5 Desember 2018. Mereka berlayar bersama seorang warga negara Malaysia.
Iqbal menyatakan, keduanya diculik kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Mereka adalah warga asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara, bernama Hariadin dan Heri Ardiasyah. Hingga kini, Kementerian Luar Negeri belum berhasil membebaskan mereka.