Baca Pledoi, Eni Saragih Ngaku Hanya Diperintah Setya Novanto

Terdakwa kasus dugaan suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih mengaku terpaksa terlibat proyek PLTU Riau-1, lantaran diperintahkan Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Setya Novanto dan Ketua Fraksi Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng.  

Eni menuturkan, keterlibatannya dalam proyek Riau-1 ini dimulai pada 2015 lalu, ketika menjabat Anggota Komisi VII DPR RI dan mendapatkan perintah dari Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, untuk kawal proyek ini.

"Demikian pula, saat tampuk kepemimpinan Partai Golkar beralih kepada Bapak Airlangga Hartarto. Saat itu, Ketua Fraksi Golkar DPR, Bapak Melchias Markus Mekeng, juga terus menanyakan perjalanan dari proyek ini," kata Eni, saat membacakan nota pembelaan atau pledoi pribadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa 19 Februari 2019.

Menurut Eni, ia hanyalah petugas partai, yang mau tidak mau, suka tidak suka, harus mengikut perintah para petinggi partainya. Sebab, klaimnya, tak mungkin dia mengenal Bos Blackgold, Johannes B. Kotjo, pengusaha tersohor sejak zaman era Soeharto, tanpa dikenalkan oleh Novanto dan Mekeng.

"Saya pun juga masih orang baru di DPR, yang tak mungkin tanpa perintah petinggi partai bisa ikut mengurus proyek besar seperti proyek PLTU Riau-1 ini," ujar Politikus Golkar tersebut.

Sebelumnya, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih dituntut delapan tahun penjara oleh Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Eni juga dituntut membayar denda sebesar Rp300 juta subsidair empat bulan kurungan.

Jaksa meyakini Eni terbukti menerima uang suap sebesar Rp4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, terkait kesepakatan kontrak kerja sama proyek PLTU Riau-1.

Selain hukuman badan dan denda, Eni juga dituntut membayar uang pengganti senilai Rp10,3 miliar dan 40 ribu dolar Singapura. Karena, ia dianggap terbukti menerima suap dan gratifikasi. (asp)