Hama Tikus Serang Tanaman Jagung
- timesindonesia
Puluhan hektar lahan tanaman jagung milik warga yang berada di kawasan hutan jati Desa Ngimbang, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban Bumi Wali, The Spirit Of Harmony, diserang hama tikus hutan.
Serangan hama tikus tersebut sudah melanda kawasan pertanian hampir dua pekan terakhir. Ini membuat petani terancam gagal panen.
Binatang pengerat yang menyerang puluhan hektar tanaman jagung yang berada di hutan jati petak 3L milik Perhutani Tuban itu, membuat para petani frustasi, sehingga petani terpaksa membabatnya untuk digunakan sebagai pakan ternak.
Salah satu petani, Sutarji (45) warga Desa setempat mengatakan, serangan hama tikus membuat para petani merugi dan gagal panen. Pasalnya tanaman jagung yang sudah berusia 75 hari dan kurang dari 2 minggu sudah siap di panen menjadi gagal panen.
"Saya sudah melakukan berbagai macam cara untuk mencegah serangan hama tikus ini, sekarang ya hanya bisa buat pakan ternak," ungkap Sutarji saat saat ditemui awak media di ladangnya, Jumat (08/02/2019).
Sedangkan untuk tanaman jagung yang tersisa hanya tinggal tongkolnya saja itu kemudian oleh petani terpaksa harus di potong lebih awal, dan hanya dijadikan konsumsi pakan ternak mereka.
"Mau dipakai apa lagi kalau bukan untuk pakan ternak. Soalnya sudah tidak bisa di panen," paparnya.
Sementara itu, pendamping petani kawasan hutan desa setempat, Yamani (41) membenarkan kejadian itu, serangan hama tikus hutan tersebut sudah merusak tanaman jagung milik warga desa sekitar hingga 10 hektar, dan meluas hingga ke desa tetangga. Selain tikus, serangan tupai maupun monyet liar juga menambah kerusakan di kawasan hutan.
“Para petani ini sudah membungkus jagung dengan dikasih racun, namun tikus ini kebal racun kayaknya," papar Yamani.
Yamani menambahkan, serangan hama tikus hutan tersebut sangat meresahkan petani, pasalnya tanaman jagung yang baru mulai berbiji pun sudah diserang. Selanjutnya bau dari jagung yang sudah di makan oleh tikus tersebut kemudian mengundang lalat buah untuk hinggap dan meninggalkan telur yang jika menetas akan menjadi belatung. Hal tersebut yang kemudian membuat para petani harus menelan kerugian hingga Rp 10 juta di setiap hektarnya.
“Kalau sudah seperti ini, kami hanya berharap ada bantuan dari pemerintah agar dapat meringankan beban para petani," pungkasnya. (*)